Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Islam adalah agama yang menghargai dan meninggikan derajat orang yang berilmu. Dalam islam sendiri terkandung ilmu pengetahuan yang tidak terbatas dan terpisah-pisah seperti halnya masyarakat barat membagi dan memisahkan ilmu menjadi beberapa cabang. Ilmu pengetahuan dalam islam tersusun dalam kesatuan dan bahkan dalam Alqur’an sendiri terkandung ilmu pengetahuan di dalamnya. Sebagaimana Allah menyebutkan dalam Alqur’an tentang orang-orang yang berilmu, berpikir dan berakal
“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya).” (An-Nahl: 12)
“Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian tanaman-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (Ar-Ra’d: 4)
Dalam sudut pandang Islam, ilmu sendiri diartikan sebagai pengetahuan yang diperoleh berdasarkan ijtihad atau hasil pemilkiran mendalam para ulama dan ilmuwan muslim yang didasarkan pada Alqur’an dan hadits. Alqur’an dan hadits adalah pedoman hidup manusia dan di dalamnya terdapat ilmu pengetahuan yang universal. Allah bahkan menurunkan ayat pertama yang berbunyi “Bacalah” sedangkan kita mengetahui bahwa membaca adalah aktifitas utama dalam kegiatan ilmiah. Kata ilmu itu sendiri disebut sebanyak 105 kali dalam alQur’?n dan kata asalnya disebut sebanyak 744 kali.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Hukum Islam Beserta Sumber dan Tujuan
Pendapat Ahli Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Menurut Prof. Dr. H. Imam Suprayogo dalam kutipannya tentang Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Memperbincangkan Islam dan ilmu pengetahuan terasa mendua. Pada tataran konsep dan atau petunjuk di dalam al Qur’an maupun hadits nabi sudah sedemikian jelas. Yaitu bahwa ajaran Islam mendorong umatnya agar mencari ilmu seluas-luasnya dan bahkan tanpa membatasi umur. Jika sekarang ini dikenal terdapat jenjang pendidikan, yaitu mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi, sehingga ada batas menempuh pendidikan, maka dalam Islam tidak mengenal batas itu. Mencari ilmu hendaknya dijalankan mulai dari ayunan hingga masuk ke liang lahat atau meninggal.
Akan tetapi pada kenyataannya, dalam mencari ilmu, pada umumnya umat Islam masih tertinggal jauh di belakang. Lembaga pendidikan yang diselenggarakan atau dimiliki oleh umat Islam di mana saja masih tertinggal. Hingga sampai saat ini masih sulit ditemukan lembaga pendidikan Islam yang tergolong maju. Demikian pula perpustakaan, laboratorium atau pusat-pusat riset yang bisa dibanggakan masih sulit dicari. Memang dari sejarahnya, umat Islam dikenal sebagai perintis di dalam membangun lembaga pendidikan, seperti Universitas Al Azhar di Mesir, yang selama ini dikenal sebagai perguruan tinggi tertua.
Demikian pula juga dikenal tidak sedikit ilmuwan muslim yang selalu menjadi inspirator bagi ilmuwan lainnya. Sekedar menyebut beberapa nama misalnya Ibnu Sina, al Farabi, al Kindi, Ibnu Kholdun, al Ghazali, dan lain-lain. Para ilmuwan muslim dimaksud telah merintis tradisi pengembangan ilmu. Mereka melakukan pengamatan, eksperimentasi, perjalanan jauh, dan penulisan kitab-kitab dalam jumlah yang sedemikian banyak. Artinya, semangat mengembangkan ilmu sudah tumbuh sejak lama di kalangan umat Islam.
Namun pada perkembangan selanjutnya, ternyata kemajuan umat Islam berhasil dikalahkan dan akhirnya menjadi tertinggal. Pada saat sekarang ini, mendasarkan pada ajaran dan sejarahnya itu, seharusnya umat Islam dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan berposisi sebagai pemberi, manum ternyata tertinggal dan masih harus mencari ke negara-negara yang dikenal bukan muslim. Akibatnya, adalah amat luas. Ketertinggalan di bidang ilmu pengetahuan, juga diikuti oleh ketertinggalan pada bidang-bidang lainnya, baik bidang ekonomi, politik, sosial, pertahanan, dan lain-lain. Posisi di belakang dan akibatnya menjadi tergantung dalam banyak hal diawali dari ketertinggalannya di bidang pengembangan ilmu pengetahuan itu.
Untuk mengejar ketertinggalan itu, seharusnya umat Islam segera bangkit dan kemudian membangun lembaga pendidikan dan pusat-pusat riset yang mampu menghasilkan ilmu pengetahuan. Namun rupanya hal itu juga tidak mudah dilakukan oleh karena mereka juga masih berdebat dan berselisih tentang definisi ilmu yang dimaksudkan itu. Sementara mereka masih berdiskusi tentang cara pandang terhadap ilmu pengetahuan. Sementara pihak masih membedakan antara adanya ilmu agama dan ilmu umum. Sedangkan lainnya mengangap bahwa ilmu itu bersifat integratif, padu, dan bahkan inklusif.
Perdebatan itu rupanya juga harus membutuhkan waktu panjang. Sebagai contoh sederhana, perubahan kelembagaan pendidikan Islam di Indonesia yang semula berupa IAIN atau STAIN menjadi UIN juga masih ada yang memperdebatkan. Masih ada pihak-pihak yang mengatakan bahwa seharusnya lembaga itu tidak perlu berubah. Alasannya, agama itu ya agama dan umum itu ya umum. Keduanya harus dipisahkan dan dikembangkan sendiri-sendiri. Antara ilmu umum dan ilmu agama tidak perlu dicampur, dan bahkan dengan perubahan tersebut ada yang mengkhawatirkan ilmu agama menjadi hilang.
Membaca kenyataan tersebut, maka hambatan untuk mengembangkan pendidikan dan juga ilmu pengetahuan di kalangan umat Islam bukan berasal dari kekuatan eksternal, melainkan bersumber dari internal umat Islam sendiri. Mengajak maju umat Islam ternyata bukan perkara mudah. Hal demikian itu mungkin saja disebabkan oleh cara memandang Islam yang berbeda-beda. Ada sementara orang yang memandang Islam sebatas agama, tetapi selainnya mengangap bahwa Islam bukan sebatas agama melainkan juga peradaban. Jika Islam dipandang sebatas agama maka yang dikembangkan adalah ilmu-ilmu keagamaan, seperti syari’ah, ushuluddin, Tarbiyah, Dakwah dan Adab. Sementara itu, yang mengangap bahwa Islam tidak sebatas agama tetapi juga peradaban maka selain mengembangkan ilmu agama tersebut juga mengembangkan sains dan teknologi. Kapan berbagai pandangan itu berkompromi hingga menjadi kekuatan yang kokoh, ternyata masih perlu waktu untuk menunggu. Wallahu a’lam
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Perkembangan Ilmu pengetahuan Dalam Islam
Masa keemasan umat islam terjadi pada masa kelam masyarakat barat dimana ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat dikalangan umat muslim. Pada saat itu islam telah memperluas wilayah hingga Eropa. Pada masa keemasan tersebut banyak ilmuwan muslim yang melalukan riset dan penterjemahan besar-besaran terhadap karya-karya filosofi para ilmuwan Yunani
Periode Islam klasik (650-1250 M) dipengaruhi oleh pandangan tentang tingginya kedudukan akal seperti yang terdapat dalam al-Qur`an dan hadist. Kemudian pandangan ini ternyata sejalan dengan filsafat sains bangsa Yunani kuno. Adapun beberapa ilmuwan besar pada masa itu yang tercatat dalam sejarah agama islam diantaranya adalah :
- Al-razi dengan karyanya Al-H?w? (850-923) yang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai
perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya. Rhazas juga mengarang suatu ensiklopedia atau kamus kedokteran dengan judul Continens, - Ibnu Sina (980-1037) yang menulis buku-buku kedokteran yang diberi judul Al qonun atau the Canon of Medicine yang kini menjadi standar dalam ilmu kedokteran di Eropa.
- Al-Khawarizmi atau Algorismus yang menulis buku Aljabar pada tahun 825 M, dan merupakan buku standar ilmu matematika selama beberapa abad di Eropa. Ia juga yang menemukan penggunaan angka desimal yang menggantikan angka romawi di Eropa.
- Ibnu Rushd (1126-1198) seorang filosofi yang banyak menterjemahkan karya Aristoteles
- Al Idris (1100-1166) yang membuat 70 peta kerajaan Sicilia di Eropa.
- Jabir ibn hayyan dan Al biruni yang merupakan ilmuwan di bidang kimia.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Zakat Perusahaan Beserta Menurut Hukum Islam
Relevansi Ilmu Pengetahuan Dan Agama Islam
Ilmu diartikan sebagi fakta fakta yang diperoleh memalui metode empiris yang bersifat keilmuan. Maka dari itu, pengungkapan tidak hanya diperoleh dari observasi dan percobaan yang berlandasakn teori dan hipotesis saja.
Sebagai ilmu tidak bisa diyakini untuk masa depan, ilmu tidak membuat sesuatu prediksi atau perkiraan. Keraguan merupakan dasar yang dipakai sebagai penelitian ilmiah. Jadi nabi Muhammad yang didik oleh yang maha tau, membuat prediksi yang mutlak banyak sudah kita lihat kebenaran nya; yang lainnya tinggal menunggu waktu kedatangannya banyak sekali kalimat-kalimat Al-Quran yang menunjukan temuan dan perolehan fakta-fakta ilmiah. Seperti yang telah disebutkan diawal tadi, Al-Quran menyebutkan banyak hal-hal penting tentang penciptaan dan fenomena alam yang bahkan bagi orang yang pandai sekalipun yang hidup 14 abad yang lalu tidak akan tahu/paham. Sehingga, dengan menggunakan keajaiban nabi mengarahkan pada jangkauan keilmuan yang jauh, yang benar-benar berasal dari ilmu yang maha tahu di dunia.
Sebelum menjelaskan masalah yang sangat penting ini kita harus menggaris bawahi bahwa untuk mendapatkan manfaat dari Al-Quran yang melampaui waktu dan tempat melebihi batas intelektual pembaca, kita harus mempersiapkan diri kita terlebih dahulu dan melakukan yang terbaik bagi diri kita sebagai implementasi prinsip-prinsip dalam kehidpa kita sehari-hari. Kita harus menahan diri dari dosa sebisa mungkin. Seperti yang dinyatakan dalam Al-Quran kita akan mendapatkan/memperoleh dari apa yang telah kita usahakan (53:39), Kita seharusanya, seperti penggali lautan yang dalam, menyelam masukke dalam samudra dan tanpa merasakan bosan dan lelah, terus belajar sampai kita mati.
Al-Quran berisis tentang berbagai hal, tapi tidak sama dalam tingkatannya. Al-Quran membagi dalam 4 Tujuan : untuk membuktikan keberadaan tuhan, kenabian, kebangkitan semua manusia, doa dan hukum tuhan.
Tugas utama Al-Quran adalah mengajarkan kesempurnaan tuhan, kualitas-kualitas penting dan tindakan, sepertihalnya tugas kita, status dan bagaimana melayani tuhan. Jadi, Al-Quranberisikan biji atau inti, ringkasan, prinsip-prinsip atau tanda secara eksplisit ataupun implisit, tanda yang bersifat arahan atau samara tau bersifat nasihat. Masing-masing peristiwa mempunyai bentuknya sendiri, dan disajikan bentuk/cara yang terbaik untuk menentukan tujuan Al-Quran sesuai dengan peraturan dan konteks yang ada contohnya :
Kemajuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan industri telah menghasilkan suatu keilmuan dan teknologi yang luar biasa, pesawat, listrik, trasportasi motor, dan radio dan telekomunikasi, yang semua itu menjadi kebutuhan pentng dan mendasar bagi kehidupan modern, dan peradaban yang materialistis.
Al-Quran tidak menghiraukan semua itu dan menggaris bawahi masalah tersebut dalam dua cara yaitu : pertama, seperti yang sdah dijelaskan melalui mukjizat nabi.
kedua, mengacu pada kejadian sejarah tertentu dalam katqalain, keajaiban dari peradaban manusia haya berasal dari kebaikan yang dilaluinya, refresnsi yang implisit atau nasihat dalam Al-Quran.
Akhirnya, jika Al-Quran berisikan refrensi Eksplisit atas semua hal yang kita ingin tahu maka akan besar dan butuh firman yang lengkap dan itu sepertinya tidak mungkin. Kita tidak akan bisa mengambil manfaat dari pencerahan spiritual, dan akan menadi kebosanan ketika akan mengatakan itu. Hal-hal semacam itu sangat bertentangan sekali dengan kewahyuan al-Al-Quran dan tujuannya.
Ditulis oleh : Ayoksinau.com
Baca Juga : Konsep Ilmu Dan Teknologi Menurut Pandangan Agama Islam