Pengertian Belajar
Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini, dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons.
Psikologi pada mulanya digunakan para ilmuwan dan para filosof untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam memahami akal pikiran dan tingkah laku aneka ragam makhluk hidup mulai yang primitif sampai yang paling modern. Sedangkan pengertian pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dengan demikian Psikologi Pendidikan dapat didefinisikan sebagai psikologi yang menerapkan dan mengembangkan prinsip-prinsip dan teori-teori serta teknik-teknik yang berkaitan dengan pelaksanaan proses pembelajaran yang memadai sehingga guru dapat mengarahkan perkembangan peserta didik ke arah perkembangan yang optimal. Dalam mengarahkan perkembangan tersebut, salah satu ruang lingkup yang menjadi media dan pembahasan dalam Psikologi Pendidikan adalah belajar. Belajar merupakan proses yang harus dilalui setiap individu dalam mencapai tugas perkembangannya ke arah yang optimal dengan tujuan adanya perubahan perilaku yang “sesuai”.
Pada praktikya, tidak jarang individu yang melauli proses belajar namun pada dasarnya dia tidak mengetahui tentang apa yang sebenarnya dia harapkan dari proses yang ia lalui. Bagi orang-orang tersebut, apa yang dilakukan saat ini adalah apa yang harus dijalankan, tanpa mengetahui tentang hakikat, prinsip, faktor dan berbagai kemungkinan untuk kehidupannya di masa mendatang.
Dengan bertumpu pada praktik tersebut, kami akan mencoba membahas sedikit tentang apa yang kami ketahui tentang belajar itu sendiri. Semoga dengan makalah ini, individu dapat lebih memaknai tentang proses belajar yang dilakukan, sehingga untuk ke depannya proses yang telah dilalui dalam waktu yang relatif lama tersebut tidak menjadi sesuatu hal yang sia-sia. Dengan kata lain, belajar itu tidak hanya sekedar pengguguran kewajiban atau hiasan bibir, namun cenderung pada bagaimana proses tersebut dijalani dengan penuh makna, dan pada akhirnya membuahkan hasil yang optimal.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian dan Macam Gaya Belajar Anak Usia Dini Menurut Para Ahli
Belajar Menurut Para Ahli
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu.
- Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2005)
menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. - Menurut Moh. Surya (1997)
Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. - Menurut Witherington (1952
Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. - Menurut Crow & Crow dan (1958)
belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru. - Menurut Hilgard (1962)
Belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi. - Menurut Di Vesta dan Thompson (1970)
Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. - Menurut Gage & Berliner
Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman.
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, dapat dipahami bahwa kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku dalam semua aspek kepribadian yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman serta dapat terwujud sebagai perilaku positif maupun perilaku negatif.
Sementara itu, Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam :
- Kebiasaan, misalnya peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
- Keterampilan, misalnya menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.
- Pengamatan, yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.
- Berfikir asosiatif, yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat.
- Berfikir rasional dan kritis,yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).
- Sikap, yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
- menghindari hal yang mubazir.
- Apresiasi, menghargai karya-karya bermutu.
- Perilaku afektif,yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Tips Belajar Bahasa Inggris Dengan Mudah [WAJIB BACA]
Teori-teori Belajar
Menurut Sardiman (2006:30-36) selama perkembangan sejarah psikologi, kita banyak sekali mengenal aliran psikologi. Setiap aliran tersebut mempunyai pandangan sendiri mengenai belajar. Berikut ini adalah beberapa teori tentang belajar :
Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
a. Connectionism ( S-R Bond)menurut Thorndike.
Teori ini mengatakan belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, antara aksi dan reaksi. Antara stimulus dan respon ini akan terjadi suatu hubungan yang erat kalau sering dilatih. Berkat latihan yang terus menerus, hubungan antara stimulus dan respon itu akan terbiasa, otomatis. Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
- Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan stimulus–respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara stimulus-respons.
- Law of Readiness, artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
- Law of Exercise, artinya bahwa hubungan antara stimulus dengan respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
b. Classical Conditioningmenurut Ivan Pavlov
Pada tahun 1927, Pavlov melakukan percobaan mengenai fungsi kelenjar ludah dari anjing bila disodori makanan atau dibunyikan lonceng. Dari percobaan ini, menghasilkan konsep bahwa tingkah laku tertentu dapat dibentuk, dipelajari melalui latihan yang direncanakan. Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov tersebut menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
- Law of Respondent Conditioning,yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
- Law of Respondent Extinction, yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioningitu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
c. Operant Conditioningmenurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
- Law of Operant Conditining,yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
- Law of Operant Extinction,yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
d. Social Learningmenurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori Observational Learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behaviorisme ini, seperti : Watson yang menghasilkan “prinsip kekerapan” dan “prinsip kebaruan”, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan “metode ambang” (the treshold method), “metode meletihkan” (The Fatigue Method) dan “metode rangsangan tak serasi” (The Incompatible Response Method). Selanjutnya, Miller dan Dollard dengan teori “pengurangan dorongan”.
Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita itu adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Secara sederhana konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Jadi seseorang yang belajar itu membentuk pengertian. Bettencourt dalam Sardiman (2006 : 37) menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti hakikat realitas tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu.
Jadi menurut teori konstruktivisme belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana si subjek belajar membangun sendiri pengetahuannya. Subjek belajar juga mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari.
Salah satu sumbangan pemikiran Piaget yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : sensory motor, pre-operational, concrete operational dan formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”.
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
- Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
- Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
- Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
- Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
- Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu : motivasi, pemahaman, pemerolehan, penyimpanan, ingatan kembali, generalisasi, perlakuan dan umpan balik.
Gagne mengatakan bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dapatdibagi menjadi lima kategori yang disebut dengan the domainds of learning yaitu sebagai berikut :
a. Informasi Verbal
Yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara lisan maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya.
b. Kecakapan Intelektual
Yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya : penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.
c. Strategi Kognitif
Kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara–cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.
- Sikap
Yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak. - Kecakapan Motorik
Ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.
Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
- Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship)
Menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure. - Kedekatan (proxmity)
Bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu. - Kesamaan (similarity)
Bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki. - Arah bersama (common direction)
Bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu. - Kesederhanaan (simplicity)
Bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya dalam bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan. - Ketertutupan (closure)
Bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
- Perilaku Molar hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku Molecular. Perilaku Molecular adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku Molar adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Misalnya, berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola, dan lain sebagainya. Perilaku Molar lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku Molecular.
- Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
- Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
- Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
- Pengalaman tilikan (insight), bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
- Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning), kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
- Perilaku bertujuan (pusposive behavior), bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
- Prinsip ruang hidup (life space), bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
- Transfer dalam Belajar, yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi).
Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Metode Pembelajaran Yang Baik
Prinsip-prinsip Belajar
Agar aktivitas yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran terarah pada upaya peningkatan potensi siswa secara komprehensif, maka pembelajaran harus dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip yang benar, yang bertolak dari kebutuhan internal siswa untuk belajar. Davies (1991 : 32), mengingatkan beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi penerapan prinsip-prinsip belajar belajar dalam proses pembelajaran, yaitu :
- Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya.
- Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar.
- Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement).
- Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran, memungkinkan murid belajar secara lebih berarti.
- Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik.
Banyak teori dan prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli . prinsip dan teori tersebut antara yang satu dengan yang lain memiliki persamaan namun juga ada perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya pembelajarn, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam upaya meningkatkan metode mengajarnya. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah sebagai berikut ini :
1. Prinsip Perhatian dan Motivasi
Perhatian dan motivasi merupakan dua aktivitas yang memiliki keterkaitan yang sangat erat. Untuk menumbuhkan perhatian diperlukan adanya motivasi. Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadi belajar (Gagne and Berliner 1984 : 355). Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan perhatian dan juga motivasi untuk mempelajarinya. Apabila dalam diri siswa tidak ada perhatian terhadap pelajaran yang dipelajari, maka siswa tersebut perlu dibangkitkan perhatiannya.
Dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan faktor yang besar pengaruhnya, kalau peserta didik mempunyai perhatian yang besar mengenai apa yang dipelajari, peserta didik dapat menerima dan memilih stimulus yang relevan untuk diproses lebih lanjut di antara sekian banyak stimulus yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik untuk mengarahkan diri pada tugas yang akan diberikan, melihat masalah-masalah yang akan diberikan, memilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan.
Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Hamalik (2001), mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan). Perubahan energi di dalam diri seseorang tersebut kemudian membentuk suatu aktivitas nyata dalam bebagai bentuk kegiatan. Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu, cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasi untuk mempelajarinya. Misalnya, siswa yang menyukai pelajaran matematika akan merasa senang belajar matematika dan terdorong untuk belajar lebih giat, karenanya adalah kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada diri siswa terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Selain memiliki keterkaitan dengan minat, motivasi juga terkait erat dengan kebutuhan. Semakin besar kebutuhan seseorang akan sesuatu yang ingin ia capai, maka akan semakin kuat motivasi untuk mencapainya. Kebutuhan yang kuat terhadap sesuatu akan mendorong seseorang untuk mencapainya dengan sekuat tenaga. Hanya dengan motivasi anak didik dapat tergerak hatinya untuk belajar bersama teman-temannya yang lain (Djamarah, 2006 : 148).
Motivasi juga dapat diartikan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Adanya tidaknya motivasi dalam diri peserta didik dapat diamati dari observasi tingkah lakunya. Apabila peserta didik mempunyai motivasi, ia akan :
- Bersungguh-sungguh menunjukkan minat, mempunyai perhatian, dan rasa ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan belajar.
- Berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan tersebut.
- Terus bekerja sampai tugas-tugas tersebut terselesaikan.
Motivasi dapat bersifat internal dan eksternal. Beberapa penulis atau ahli yang lain menyebutnya motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi internal atau motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan suatu aktivitas. Motivasi eksternal adalah dorongan yang berasal dari luar diri individu baik dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. Motivasi eksternal yang diperoleh melalui proses belajar dan interaksi individu dengan lingkungannya, dapat berubah menjadi motivasi internal. Proses perubahan dari motivasi ekstrinsik menjadi motivasi intrinsik pada seseorang disebut “transformasi motif” (Dimyati dan Mudjiono, 1994:41).
Penerapan prinsip-prinsip motivasi dalam proses pembelajaran akan dapat berlangsung dengan baik, bilamana guru memahami beberapa aspek yang berkenaan dengan dorongan psikologis sebagai individu dalam diri siswa sebagai berikut :
- Setiap individu tidak hanya didorong oleh pemenuhan aspek biologis, sosial dan emosional, akan tetapi individu perlu juga dorongan untuk mencapai sesuatu yang lebih dari yang ia miliki saat ini.
- Pengetahuan tentang kemajuan yang dicapai dalam memenuhi tujuan mendorong terjadinya peningkatan usaha.
- Motivasi dipengaruhi oleh unsr-unsur kepribadian.
- Rasa aman dan keberhasilan dalam mencapai tujuan cenderung meningkatkan motivasi belajar.
- Motivasi bertambah bila para pelajar memiliki alasan untuk percaya bahwa sebagian besar dari kebutuhannya dapat dipenuhi.
- Kajian dan penguatan guru, orang tua dan teman seusia berpengaruh terdapat motivasi dan perilaku.
- Insentif dan hadiah material kadang-kadang berguna dalam situasi kelas, memang ada bahayanya bila anak bekerja karena ingin mendapat hadiah dan bukan karena memang ingin belajar.
- Kompetisi dan insentif dalam waktu tertentu dapat meningkatkan motivasi.
- Sikap yang baik untuk belajar dapat dicapai oleh kebanyakan individu dalam suasana belajar yang memuaskan.
- Proses belajar dan kegiatan yang dikaitkan kepada minat pelajar saat itu dapat mempertinggi motivasi.
2. Prinsip Keaktifan
Menurut pandangan psikologi anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak mengalami sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari dirinya sendiri, guru hanya sebagai pembimbing dan pengarah.
Keaktifan belajar ditandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosional dan fisik jika dibutuhkan. Pandangan mendasar yang perlu menjadi kerangka pikir setiap guru adalah bahwa pada prinsipnya anak-anak adalah makhluk yang aktif. Individu merupakan manusia belajar yang aktif dan selalu ingin tahu.
Daya keaktifan yang dimiliki anak secara kodrati itu akan dapat berkembang ke arah yang positif bilamana lingkungannya memberikan ruang yang baik untuk tumbuh suburnya keaktifan itu.
Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak hanya menyimpan saja tanpa mengadakan tansformasi (Gagne and Berliner, 1984 : 267). Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Dalam proses belajar anak mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisi, menafsirkan dan menarik kesimpulan.
Thordike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum “law of exercise”nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat jika sering dipakai dan akan berkurang bahkan lenyap jika tidak pernah digunakan. Artinya dalam kegiatan belajar diperlukan adanya latihan-latihan dan pembiasaan agar apa yang dipelajari dapat diingat lebih lama. Semakin sering berlatih maka akan semakin paham.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mc.Keachie bahwa individu merupakan “manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu” (Mc. Keachie, 1976 : 230 dari Gredler MEB, terjemahan Munandir 1991 : 105). Dalam proses belajar, siswa harus menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik yang mudah diamati maupun kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan dan sebaginya. Kegiatan psikis misalnya menggunakan pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan suatu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan dan lain sebagainya.
Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer begitu saja dari pikiran orang yang mempunyai pengetahuan ke pikiran orang yang belum mempunyai pengetahuan. Bahkan bila seorang guru bermaksud mentransfer konsep, ide dan pegertian kepada seorang murid, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh si murid lewat pengalamannya (Glasersferld dalam Battencourt, 1989). Dalam proses konstruksi itu menurut Glasersferld, diperlukan beberapa kemampuan;
- Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman.
- Kemampuan membandingkan, mengambil keputusan (justifikasi) mengenai persamaan dan perbedaan
- Kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada pengalaman yang lain.
3. Prinsip Keterlibatan Langsung/Pengalaman
Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa, belajar adalah mengalami dan tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak hanya mengamati, tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar membuat tempe yang paling baik apabila ia terlibat secara langsung dalam pembuatan (direct performance), bukan hanya melihat bagaimana orang membuat tempe (demonstrating), apalagi hanya mendengar cerita bagaimana cara pembuatan tempe (telling).
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Dalam konteks ini, siswa belajar sambil bekerja, karena dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, pengalaman serta dapat mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat. Hal ini juga sebagaimana yang di ungkapkan Jean Jacques Rousseau bahwa anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam, melalui belajar anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensi-potensi tersebut. Sesungguhnya anak mempunyai kekuatan sendiri untuk mencari, mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri. Dengan demikian, segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri.
Belajar akan lebih bermakna jika siswa “mengalami sendiri apa yang dipelajarinya” bukan “mengetahui” dari informasi yang disampaikan guru, sebagaimana yang dikemukakan Nurhadi bahwa siswa akan belajar dengan baik apabila yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah.
Dari berbagai pandangan para ahli tersebut menunjukkan begitu pentingnya keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan “learning by doing”nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung dan harus dilakukan oleh siswa secara aktif. Prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa para siswa dapat memperoleh lebih banyak pengalaman dengan cara keterlibatan secara aktif dan proporsional, dibandingkan dengan bila mereka hanya melihat materi/konsep. Keterlibatan siswa di dalam belajar tidak dapat diartikan sebagai keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu, terutama adalah keterlibatan mental emosional, kegiatan dalam kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.
Modus Pengalaman belajar adalah sebagai berikut: kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan. Hal ini menunjukkan bahwa jika guru mengajar dengan banyak ceramah, maka peserta didik akan mengingat hanya 20% karena mereka hanya mendengarkan. Sebaliknya, jika guru meminta peserta didik untuk melakukan sesuatu dan melaporkannya, maka mereka akan mengingat sebanyak 90%. Hal ini ada kaitannya dengan pendapat yang dikemukakan oleh seorang filsof Cina Confocius, bahwa: “Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya lihat, saya ingat. Apa yang saya lakukan, saya paham.”
Dari kata-kata bijak tersebut, kita dapat mengetahui betapa pentingnya leterlibatan langsung dalam belajar.
4. Prinsip Pengulangan
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan adalah teori psikologi daya. Berdasarkan teori ini, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang meliputi daya berpikir, mengingat, mengamati, manghafal, menanggapi, merasakan, dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang, seperti halnya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan sempurna. Begitu pula sebaliknya, semakin kurang pemberian latihan, maka daya-daya tersebut semakin lambat perkembangannya.
Dalam proses belajar, semakin sering materi pelajaran diulangi maka semakin ingat dan melekat pelajaran itu dalam diri seseorang. Mengulang besar pengaruhnya dalam belajar, karena dengan adanya pengulangan bahan yang belum begitu dikuasai serta mudah terlupakan akan tetap tertanam dalam otak seseorang. Mengulang dapat secara langsung sesudah membaca, tetapi juga bahkan lebih penting adalah mempelajari kembali bahan pelajaran yang sudah dipelajari misalnya dengan membuat ringkasan.
Di samping teori psikologi daya, prinsip pengulangan ini juga didasari oleh teori Psikologi Asosiasi atau koneksionisme yang dipelopori oleh teori Thorndike dengan salah satu hukum belajarnya “Low of exercise” yang mengemukakan bahwa belajar adalah pembentukan hubungan stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respon benar.
Selain dua teori di atas, pandangan psikologi kondisioning juga memberikan dasar yang kokoh bagi pentingnya proses latihan. Psikologi ini berpandangan bahwa munculnya respons, tidak saja disebabkan oleh adanya stimulus, akan tetapi lebih banyak disebabkan karena adanya stimulus yang dikondisikan.
Stephen R. Covey, pengarang buku The 7 Habits of Effective People, mengemukakan bahwa kebiasaan sebagai titik pertemuan dari pengetahuan, keterampilan dan keinginan. Pengetahuan adalah paradigma teoritis, apa yang harus dilakukan dan mengapa. Keterampilan adalah bagaimana melakukannya. Dan keinginan adalah motivasi, keinginan untuk melakukan. Agar sesuatu bisa menjadi kebiasaan dalam hidup kita, kita harus mempunyai ketiga hal tersebut.
5. Prinsip Tantangan
Teori Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam belajar berada dalam suatu medan. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan dalam mempelajari bahan belajar, maka timbulah motif untuk mengatasi hambatan itu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Menurut teori ini belajar adalah berusaha mengatasi hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan. Agar pada diri anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka bahan pelajaran harus menantang. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bersemangat untuk mengatasinya. Bahan pelajaran yang baru yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya.
Penggunaan metode eksperimen, inquiri, discovery juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif dan negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukuman yang tidak menyenangkan.
Selain hal-hal yang disebutkan di atas, Deporter (2000 : 23) mengemukakan bahwa studi-studi menunjukkan bahwa siswa lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang serta ramah, dan mereka memiliki peran di dalam pengambilan keputusan. Bilamana anak merasa tertantang dalam suatu pelajaran, maka ia dapat mengabaikan aktivitas lain yang dapat mengganggu kegiatan belajarnya.
Beberapa bentuk kegiatan berikut dapat dijadikan sebagai acuan bagi guru untuk menciptakan tantangan dalam kegiatan belajar, yaitu :
- a. Merancang dan mengelola kegiatan inquiry dan eksperimen.
- b. Memberikan tugas-tugas pemecahan masalah kepada siswa.
- c. Mendorong siswa untuk membuat kesimpulan pada setiap sesi pembelajaran.
- d. Mengembangkan bahan-bahan pembelajaran yang menarik.
- e. Membimbing siswa menemukan fakta, konsep, prinsip, dan generalisasi.
- f. Merancang dan mengelola kegiatan diskusi.
6. Prinsip Balikan dan Penguatan
Prinsip balikan dan penguatan pada dasarnya merupakan implementasi dari teori belajar yang dikemukakan oleh Skiner melalui Teori Operant Conditioning dan salah satu hukum belajar dari Thorndike yaitu “law of effect”. Menurut hukum belajar ini, siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil belajar, apalagi hasil yang baik merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh positif bagi upaya-upaya belajar berikutnya. Artinya jika suatu perbuatan itu menimbulkan efek baik, maka perbuatan itu cenderung diulangi. Sebaliknya jika perbuatan itu menimbulkan efek negatif, maka cenderung untuk ditinggalkan atau tidak diulangi lagi. Siswa akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan mendapat hasil yang baik. Apabila hasilnya baik akan menjadi balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya.
Dorongan belajar menurut Skinner tidak hanya muncul karena penguatan yang menyenangkan, akan tetapi juga terdorong oleh penguatan yang tidak menyenangkan, dengan kata lain penguatan positif dan negatif dapat memperkuat belajar. Siswa yang belajar sungguh-sungguh akan mendapat nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan Operant Conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong untuk belajar yang lebih giat. Di sini nilai jelek dan takut tidak naik kelas juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat, inilah yang disebut penguatan negatif.
Memberi penguatan (reinforcement) merupakan tindakan atau respon terhadap suatu bentuk perilaku yang dapat mendorong munculnya peningkatan kualitas tingkah laku pada waktu yang lain. Sumantri dan Permana (1999 : 274) mengemukakan secara khusus beberapa tujuan dari pemberian penguatan, yaitu:
- a. Membangkitkan motivasi belajar peserta didik.
- b. Merangsang peserta didik berpikir lebih baik.
- c. Menimbulkan perhatian peserta didik.
- d. Menumbuhkan kemampuan berinisiatif secara pribadi.
- e. Mengendalikan dan mengubah sikap negatif peserta didik dalam belajar ke arah perilaku yang mendukung belajar.
Ketepatan pemberian dan penggunaan penguatan harus mendapat perhatian guru. Bilamana penguatan dipergunakan pada situasi dan waktu yang tidak tepat, maka hal itu dapat kehilangan keefektifannya. Sebaliknya bilamana penguatan itu dipergunakan secara tepat, maka akan memberikan pengaruh yang positif terhadap aktivitas belajar peserta didik. Terdapat beberapa jenis penguatan yang dapat dilakukan guru:
- Penguatan verbal, yaitu penguatan yang diberikan guru berupa kata-kata/kalimat yang diucapkan, seperti : bagus, baik, smart, tepat dan sebagainya.
- Penguatan gestural, yaitu penguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang memberi arti/kesan baik kepada peserta didik. Penguatan gestural dapat berupa : tepuk tangan, acungan jempol, anggukan, tersenyum, dan sebagainya.
- Penguatan dengan cara mendekati, yaitu perhatian guru terhadap perilaku peserta didik dengan cara mendekatinya. Penguatan dengan cara mendekati ini dapat dilakukan ketika peserta didik menjawab pertanyaan, bertanya, berdiskusi atau sedang melakukan aktivitas-aktivitas lainnya.
- Penguatan dengan cara sentuhan, yaitu penguatan yang dilakukan guru dengan cara menyentuh peserta didik, seperti menepuk pundak, menjabat tangan, mengusap kepala peserta didik, atau bentuk-bentuk lainnya.
- Penguatan dengan cara memberikan kegiatan yang menyenangkan. Memberikan penghargaan kepada kepada kemampuan peserta didik dalam suatu bidang tertentu, seperti peserta didik yang pandai bernyanyi diberikan kesempatan untuk melatih vokal pada temannya.
- Penguatan berupa tanda atau benda, yaitu memberikan penguatan kepada peserta didik berupa simbol-simbol atau benda-benda. Penguatan ini dapat berupa komentar tetulis atas karya peserta didik, hadiah, piagam, lencana, dan sebagainya.
7. Prinsip Perbedaan Individual
Peserta didik merupakan individu yang memiliki keunikan, yang mana masing-masing mempunyai perbedaan yang khas dan tidak satupun yang memiliki ciri-ciri persis sama meskipun mereka itu kembar. Setiap individu pasti memiliki karakteristik yang berbeda dengan individu lainnya. Perbedaan individual ini merupakan kodrat manusia yang bersifat alami, seperti perbedaan intelegensi, minat bakat, hobi, tingkah laku maupun sikap. Mereka berbeda pula dalam hal latar belakang kebudayaan, sosial, ekonomi dan keadaan orang tuanya. Guru harus memahami perbedaan siswa secara individu, agar dapat melayani pendidikan yang sesuai dengan perbedaannya itu. Siswa akan berkembang sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Setiap siswa juga memiliki tempo perkembangan sendiri-sendiri, maka guru dapat memberi pelajaran sesuai dengan temponya masing-masing.
Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Oleh karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan klasik yang dilakukan di sekolah kurang memperhatikan masalah perbedaan individual. Umumnya pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya. Pembelajaran yang bersifat klasikan yang mengabaikan perbedaan-perbedaan individual dapat diperbaiki dengan beberapa cara. Cara-cara yang dapat ditempuh oleh guru antara lain penggunaan metode atau pendekatan secara bervariasi sehingga semakin besar memberikan peluang tumbuhnya perhatian siswa di dalam latar belakang perbedaan individual. Upaya lain yang dapat dilakukan guru adalah dengan menambah waktu belajar bagi siswa-siswa yang memiliki kemampuan rendah, atau memberikan pengayaan bagi siswa-siswa yang memiliki kemampuan lebih dari yang lain.
Hasil sejumlah riset menunjukkan bahwa keberagaman faktor, seperti sikap siswa, kemampuan dan gaya belajar, pengetahuan serta memberikan dan konteks pembelajaran merupakan komponen yang memberikan dampak sangat penting terhadap apa yang sesungguhnya harus siswa-siswa pelajari (Killen, 1998 : 5).
Dalam pandangan DePorter & Hernacki (2001 : 117) terdapat tiga karakteristik atau modalitas belajar siswa yang perlu diketahui oleh setiap pendidik dalam proses pembelajaran, yaitu:
- Orang-orang yang visual, yang sering kali ditandai suka mencoret-coret ketika berbicara di telpon, berbicara dengan tepat, lebih suka melihat peta daripada mendengar penjelasan.
- Orang-orang yang auditorial, yang sering ditandai suka berbicara sendiri, lebih suka mendengarkan ceramah atau seminar daripada membaca buku, lebih suka berbicara daripada menulis.
- Orang-orang yang kinestetik, yang sering ditandai berpikir lebih baik ketika bergerak atau berjalan, banyak menggerakkan anggota tubuh ketika berbicara, sulit untuk duduk dan diam.
Implikasi atau penerapan prinsip-prinsip perbedaan individual dalam proses belajar perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Peserta didik harus dapat dibantu untuk memahami kekuatan dan kelemahan dirinya dan untuk selanjutnya mendapat perlakuan dan layanan kegiatan belajar yang mereka butuhklan.
- Peserta didik harus terus didorong memahami potensi dirinya dan untuk selanjutnya mampu merencanakan dan melaksanakan kegiatan.
- Peserta didik membutuhkan variasi layanan, tugas, bahan dan metode yang selaras dengan minat, tujuan, dan latar belakang mereka. Hal ini terutama disebabkan peserta didik cenderung memilih kegiatan belajar yang sesuai dengan pengalaman masa lampau yang mereka rasakan bermakna untuk dirinya.
- Peserta didik harus dapat dibantu untuk memahami kekuatan dan kelemahan dirinya serta pemenuhan kebutuhan belajar maupun bimbingan yang berbeda dengan siswa-siswa yang lain.
- Kesempatan-kesempatan yang tersedia untuk belajar dapat lebih diperkuat bilamana peserta didik tidak merasa terancam oleh proses yang ia ikuti serta lingkungannya sehingga mereka memiliki keleluasan untuk berpartisipasi secara efektif dalam kegiatan belajar.
- Peserta didik yang telah memahami kekuatan dirinya akan lebih cenderung memiliki dorongan dan minat untuk belajar secara lebih sungguh-sungguh.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : 10 Pengertian Belajar Menurut Para Ahli
Ciri-ciri Belajar
Hakekat belajar adalah perubahan tingkah laku. Menurut Syaifull Bahri Djamarah (2002:15) dan Moh Surya (1997) belajar yang menghasilkan perubahan perilaku mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
- Belajar adalah Perubahan yang Terjadi Secara Sadar dan Disengaja (Intensional)
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan. - Perubahan dalam Belajar Bersifat Fungsional
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang Psikologi Pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam Psikologi Pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru. - Perubahan dalam Belajar Bersifat Positif
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam proses belajar mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru. - Perubahan dalam Belajar Bersifat Aktif
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang Psikologi Pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku Psikologi Pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang Psikologi Pendidikan dan sebagainya. - Perubahan dalam Belajar Tidak Bersifat Sementara (Permanen)
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut. - Perubahan dalam Belajar Bertujuan atau Terarah
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar Psikologi Pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang Psikologi Pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. - Perubahan mencakup Seluruh Aspek Tingkah Laku
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang teori-teori belajar. Di samping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang teori-eori belajar, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai teori-teori belajar. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan teori-teori belajar. - Perubahan dalam Belajar Berkesinambungan
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang hakekat belajar. Ketika dia mengikuti perkuliahan strategi belajar mengajar, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang hakikat belajar akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan strategi belajar mengajar.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Inilah Contoh Soal UKG Untuk Belajar (Sekolah Dasar) | Ayok Sinau
Cara Belajar Yang Baik
Untuk bisa pandai dan pintar pastinya harus giat dan tekun belajar. Bagaimana cara belajar yang baik efektif dan tepat untuk murid/siswa. Kapan waktu yang tepat agar hasilnya juga maksimal. Setiap orang bisa menentukan sendiri kapan waktu yang paling tepat untuk belajar. Apakah memilih pagi, sore atau mala hari. Semua sesuai dengan kondisi yang ada. Sebaiknya cara belajar yang baik di lakukan setiap hari, walaupun dengan waktu yang tidak lama. Misalnya 1 atau 2 jam setiap hari.
Banyak sekali murid-murid sekolah saat ini belajar ngoyo hanya jika ada ulangan atau ujian. Waktu yang paling tepat untuk belajar bisa di sesuaikan dengan mood dan toleransi tubuh kita. Tidak harus setiap malam. Kalau kita jam 8 atau jam 9 malam sudah merasa mengantuk bisa memilih waktu sore atau sehabis maghrib.
Jadi waktu belajar seseorang memang tidak bisa sama. Yang penting jangan terlalu memaksakan atau memporsir balajar hingga larut malam karena biasanya hasilnya juga tidak akan bisa maksimal.
- Belajar Kelompok
Bosan belajar sendirian? Coba saja belajar secara kelompok bareng teman. Belajar kelompok merupakan salah satu belajar yang baik dan efektif. Dengan belajar kelompok kegiatan belajar akan menjadi sangat menyenangkan karena ada temannya. Belajar secara kelompok sebaiknya mengajak teman yang pandai dan rajin belajar agar bisa termotivasi dan ketularan pintar. - Coba Rajin Membuat Catatan Atau Intisari Dari Pelajaran
Setiap bab pelajaran selalu ada bagian-bagian yang penting. Nah bagian yang penting ini sebaiknya dibuat catatan di buku tersendiri. Cara belajar yang baik dengan merangkum bahan atau materi pelajaran juga sangat berguna saat menghadapi ujian. - Selalau Disiplin Dan Tekun Dalam Belajar
Yang penting di sini adalah kualitas belajarnya. Walaupun hanya 1-2 jam sehari tapi kalau di lakukan setiap hari pasti akan lebih baik dari pada belajar dalam waktu yang sangat lama pada waktu tertentu saja. Misalnya hanya belajar kalau ada ulangan atau ujian saja. - Bertanya Kalau Belum Paham
Biasanya saat guru selesai membahas satu mata pelajaran akan bertanya pada murid muridnya. Apakah sudah jelas? Jangan ragu dan takut untuk bertanya kalau memang kurang paham atau kurang mengerti. - Hindari Sukap Tidak Jujur
Sekarang ini banyak siswa membuat catatan untuk mencontek saat ada ulangan atau ujian. Dengan belajar dengan jadwal yang teratur seorang murid akan selalu siap jika ada ulangan dadakan dan tidak perlu mencontek.
Tips Belajar Yang Baik Dan Benar
Belajar yang baik dan benar adalah lanjutan dari artikel tentang Mengapa kita harus belajar? berikut adalah tips belajar yang baik dan benar sehingga tujuan dalam setiap kita belajar tercapai dengan pasti :
- Berdoa
Memulai dan mengakhiri sebuah aktifitas baiknya dengan berdoa karena dengan kita berdoa maka hati dan fikiran kita akan tenang sehingga terciptanya suasana belajar yang nyaman. - Niat yang lurus
Sungguh sungguh dalam belajar bulat kan tekad dalam hati, dengan niat yang lurus maka tujuan kita akan segera tercapai. Karena niat ini memiliki sifat yang sangan fleksibel dalam artian kapan saa bisa berubah bahkan dalam hitungan detik. - Cari guru yang baik
Guru adalah salah satu perantara menuju kesuksesan, tanpa ada nya bimbingan guru yang baik dalam belajar maka akan terasa sulit ketika bertemu dengan hal yang belum pernah ditemui, tetapi jika ada guru maka kita pasti akan bertanya kepada guru. - Disiplin Dalam Belajar
Kedisiplinan memang sangat penting dalam proses belajar karena dengan kedisiplinan tersebut ilmu akan sangat mudah masuk kedalam diri kita. - Rajin Mencatat rangkuman pelajaran
Sahabat Ali bin Abi Thalib berpesan yaitu “ikatlah ilmu dengan menuliskannya” Karena dengan mencatat kita melakukan tiga hal, yang pertama membaca, mendengar dan menulis sehingga proses belajar jadi lebih baik dan benar. - Belajar Dengan Serius dan Tekun
Keseriusan dan ketekunan adalah kunci utama dalam proses belajar dengan terus sungguh sungguh dan menekuninya - Mendengarkan penjelasan guru dengan baik.
Ketika guru sedang menjelaskan alangkah baiknya jika murid mendengarkan dengan s*ksama karna penjelasan dari guru akan mempermudah kita juga dalam belajar. - Bersikap Jujur
Tidak sedikit orang yang belum jujur dalam belajar yakni masih melakukan plagiat dengan cara mencontek atau yang lainnya. Sehingga proses belajar malah merusak daya kreatifitas dalam menjawab soal soal yang diberikan oleh guru. - Sering melakukan praktek
Mengulang ulang apa yang di jelasakan oleh guru apa lagi bagi materi materi praktek akan membuat proses belajar lebih baik dan benar. - Focus
Jangan suka berganti ganti bidang dengan kita memfokuskan pada satu bidang maka kita akan menjadi ahli nya. tetapi jika bidang yang kita pelajari terlalu banyak maka kita tidak akan focus kepada satu bidang keahlian dan itu mengakibatkan ilmu yang keta dapat hanya setengah (tidak tuntas) dari masing masing bidang.