Sejarah dan Biografi Abu Bakar As-Siddiq
Sejarah dan Biografi Singkat Abu Bakar As-Siddiq Khalifa Khulafaur Rasyidin yang Pertama. Abu Bakar ash-Shiddiq ialah sahabat Nabi yang paling awal masuk Islam. Ia dikenal sebagai khalifa pertama yang melanjutkan perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam memimpin ummat islam. Setelah meninggalnya Nabi Muhammad SAW beliau menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 M. Dan ia adalah satu di antara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk.
-
Asal Usul Abu Bakar As_shiddiq
Abu Bakar Ash-Siddiq (nama lengkapnya Abu Bakar Abdullah bin Abi Quhafah bin Ustman bin Amr bin Masud Taim bin Murrah bin ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr At-Taiman Al-Quraisy). Dilahirkan pada tahun 573 M. Ayahnya bernama Ustman (Abu Kuhafah) bin Amir bin Ka’ab bin Saad bin Laym bin Mun’ah bin Ka’ab bin Lu’ay, yang mana berasal dari suku Quraisy. Sedangkan ibunya bernama Ummu Al-Khair Salamah binti Sahr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taym bin Murrah. Garis keturunannya ketemu pada neneknya, yaitu Ka’ab bin Sa’ad. Dimasa jahiliyyah barnama Abdul Ka’ab, lalu ditukar oleh nabi menjadi Abdullah Kuniyyahnya Abu Bakar. Beliau diberi kuniyah Abu Bakar (pemagi) kerena dipagi-pagi betul beliau telah masuk Islam. Gelarnya Ash-Siddiq (yang membenarkan). Beliau di beri gelar ash-siddiq karena ketika terjadi peristiwa Isro’ dan Mi’roj, beliaulah termasuk orang pertama yang percaya dengan peristiwa itu.
Sejak kecil, Abu Bakar dikenal sebagai anak yang cerdas, sabar, jujur dan lembut. Ia menjadi sahabat Nabi SAW sejak keduanya masih usia remaja. Karena sifatnya yang mulia itu, ia banyak disenangi dan disegani oleh masyarakat sekitar, juga lawan maupun kawan saat memperjuangkan Islam.Sejak mudanya itulah masyhur budinya yang tinggi perangainya yang terpuji. Dia mampu, sanggup menyediakan segala keperluan rumah tangganya dengan usahanya sendiri. Sebelum Rasulullah diutus, persahabatan merekan telah karib juga. Tatkala telah ditetapkan beliau menjadi Nabi, maka Abu Bakar-lah laki-laki dewasa yang mula-mula sekali menyatakan iman. Rasulullah paling sayang dan cinta kepada sahabatnya itu, karena dia adalah sahabat yang setia dan hanya satu-satunya orang dewasa tempatnya musyawarat diwaktu perjuangan dengan kaum quraisy sangat hebatnya.
Tiap-tiap orang besar mempunyai kelebihan sendiri, yang akan diingat orang bila menyebut namanya. Abu Bakar masyhur dengan kekuatan, kemauan, kekerasan hati, pema’af tetapi rendah hati, dermawan dan berani bertindak lagi cerdik. Secara universal, sesungguhnya prototipe Abu Bakar mungkin dapat digolongkan sebagai pejuang Islam yang sejak awal konsisten membela kaum tertindas, tak pandang bulu. Seperti dikutip Jamil Ahmed dalam Seratus Muslim Terkemuka, Abu Bakar tak pernah absen dalam setiap pertempuran menegakkan kebenaran dan menumpas penindasan.
Abu Bakar sahabat dekat Muhammad, orang yang paling setia dan yang paling banyak mengikuti ajaran-ajarannya. Di samping itu ia memang orang yang sangat ramah dan lembut hati, dan karena dia jugalah puluhan dan ratusanribu Muslimin tersebar ke segenap penjuru, juga dengan segala kelembutannya itu dia diangkat sebagai khalifah.
Taatilah saya selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bila saya mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, janganlah ikuti saya.”
Sebagai pemimpin, kedermawanan dan solidaritas kemanusiaannya terhadap sesama tak diragukan lagi. Ketika Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, kekayaannya mencapai 40.000 dirham, nilai yang sangat besar saat itu. Kekayaan itu seluruhnya didedikasikan bagi perjuangan Islam. Soal ini, sejarawan Kristen Mesir, Jurji Zeidan, punya komentar menarik. Katanya, “Zaman khalifah-khalifah yang alim adalah merupakan keemasan Islam.
Khalifah-khalifah itu terkenal karena kesederhanaan, kejujuran, kealiman, dan keadilannya. Ketika Abu Bakar masuk Islam, ia memiliki 40.000 dirham, jumlah yang sangat besar waktu itu, akan tetapi ia habiskan semua, termasuk uang yang diperolehnya dari perdagangan demi memajukan agama Islam.
Di kalangan kaumnya dikenal dengan al-‘Atiq. Konon ceritanya Rasulullah pernah berkata; “Kamu adalah hamba Allah yang dijauhkan (‘Atiq) dari api neraka”. Maka sejak itulah terkenal di kalangan sahabat dengan sebutan al-‘Atiq. Pendapat lain mengatakan karena wajahnya yang ganteng. Pendapat lain karena banyak memerdekakan budak muslim seperti Bilal. Pendapat lain karena tidak ada cacat dalam nasabnya.
Sumber-sumber yang sampai kepada kita mengenai masa kecil Abu Bakr tidak banyak membantu untuk mengenai pribadinya dalam situasi kehidupan saat itu. Cerita sekitar masa anak-anak dan remajanya tidak juga memuaskan. Apa yang diceritakan tentang kedua orangtuanya tidak lebih daripada sekedar menyebut nama saja. Setelah Abu Bakr menjadi tokoh sebagai Muslim yang penting, baru nama ayahnya disebut-sebut. Ada pengaruh Abu Bakr dalam kehidupan ayahnya, namun pengaruh ayahnya dalam kehidupan Abu Bakr tidak ada. Tetapi yang menjadi perhatian kalangan sejarawan waktu itu justru yang menyangkut kabilahnya serta kedudukannya di tengah-tengah masyarakat Kuraisy. Tak bedanya mereka itu dalam hal ini dengan sejarah Arab umumnya. Dengan melihat pertaliannya kepada salah satu kabilah,1 (1 Kabilah atau suku merupakan susunan masyarakat Arab yang berasal dari satu moyang, lebih kecil dari sya’b dan lebih besar dari ‘imarah, kemudian berturut-turut batn, ‘imarah dan fakhz. — Pnj.) sudah cukup untuk mengetahui watak dan akhlak mereka. Adakalanya yang demikian ini baik, dan kadang juga mereka yang percaya pada prinsip keturunan itu berguna untuk menentukan kecenderungan mereka, kendati yang lain menganggap penilaian demikian sudah berlebihan, dan ini yang membuat mereka tidak cermat dalarn meneliti.
Abu Bakr dari kabilah Taim bin Murrah bin Ka’b. Nasabnya bertemu dengan Nabi pada Adnan. Setiap kabilah yang tinggal di Mekah punya keistimewaan tersendiri, yakni ada tidaknya hubungannya dengan sesuatu jabatan di Ka’bah. Untuk Banu Abd Manaf tugasnya siqayah dan rifadah, untuk Banu Abdid-Dar, liwa’, hijabah dan nadwah, yang sudah berjalan sejak sebelum Hasyim kakek Nabi lahir. Sedang pimpinan tentara di pegang oleh Banu Makhzum, nenek moyang Khalid bin Walid, dan Banu Taim bin Murrah menyusun masalah diat (tebusan darah) dan segala macam ganti rugi. Pada zaman jahiliah masalah penebusan darah ini di tangan Abu Bakr tatkala posisinya cukup kuat, dan dia juga yang memegang pimpinan kabilahnya. Oleh karena itu bila ia harus menanggung sesuatu tebusan dan ia meminta bantuan Kuraisy, mereka pun percaya dan mau memberikan tebusan itu, yang tak akan dipenuhi sekiranya orang lain yang memintanya.
Para penulis biografi Abu Bakr itu tidak terbatas hanya pada kabilahnya saja seperti yang sudah saya sebutkan, tetapi mereka memulai juga dengan menyebut namanya dan nama kedua orangtuanya. Lalu melangkah ke masa anak-anak, masa muda dan masa remaja, sampai pada apa yang dikerjakannya. Disebutkan bahwa namanya Abdullah bin Abi Quhafah, dan Abu Quhafah ini pun nama sebenarnya Usman bin Amir, dan ibunya, Ummul-Khair, sebenarnya bernama Salma bint Sakhr bin Amir. Disebutkan juga, bahwa sebelum Islam ia bernama Abdul Ka’bah. Setelah masuk Islam oleh Rasulullah ia dipanggil Abdullah. Ada juga yang mengatakan bahwa tadinya ia bernama Atiq, karena dari pihak ibunya tak pernah ada anak laki-laki yang hidup. Lalu ibunya bernazar jika ia melahirkan anak laki-laki akan diberi nama Abdul Ka’bah dan akan disedekahkan kepada Ka’bah. Sesudah Abu Bakr hidup dan menjadi besar, ia diberi nama Atiq, seolah ia telah dibebaskan dari maut.
Tetapi sumber-sumber itu lebih jauh menyebutkan bahwa Atiq itu bukan namanya, melainkan suatu julukan karena warna kulitnya yang putih. Sumber yang lain lagi malah menyebutkan, bahwa ketika Aisyah putrinya ditanyai: mengapa Abu Bakr diberi nama Atiq ia menjawab: Rasulullah memandang kepadanya lalu katanya: Ini yang dibebaskan Allah dari neraka; atau karena suatu hari Abu Bakr datang bersama sahabat-sahabatnya lalu Rasulullah berkata: Barang siapa ingin melihat orang yang dibebaskan dari neraka lihatlah ini. Mengenai gelar Abu Bakr yang dibawanya dalam hidup sehari-hari sumber-sumber itu tidak menyebutkan alasannya, meskipun penulis-penulis kemudian ada yang menyimpulkan bahwa dijuluki begitu karena ia orang paling dini (Bakr berarti dini (A). — Pnj.)dalam Islam dibanding dengan yang lain.
Sekalipun Abu Bakar As-shiqqid menjabat Kepala Negara dari sebuah kekuasaan yang tengah berkembang dengan pesat, dan para Panglimanya telah berdiam pada kastel-kastel megah di lembah Mesopotamia dan begitupun para oejabat dalam wilayah Yaman dan Hadhramaut dan Mahra dan Oman dan Bahrain; akan tetapi Khalif AbuBakar sendiri tetap tinggal dalam rumah biasa di Madinah-al-Munawwarah, hidup sebagai rakyt biasa, menjabat Imam pada setiap Shalat di dalam Masjid Nabawi.
Pendaharaan negara yang melimpah-limpah dari hasil seperlima (al-Khumus) harta rampasan perang itu, yang dipanggilkan dengan Bait-al-Mal itu, kecuali dibagi-bagikan kepada kaum melarat (Fuqarak wal Masakin), maka bagian terbesar digunakan begi membiayai perang.
Sejarah mencatat, bahwa selama masa pemerintahannya yang dua tahun tiga bulan itu, ia cuma mengeluarkan 8.000 dirham dari Bait-al-Mal itu bagi keperluan keluarganya. Hal itu dapat diketahui karena setiap penerimaan dan pengeluaran dari Bait-al-Mal itu dicatat oleh tokoh-tokoh yang dipanggil Al Umarak, yakni tokoh-tokoh yang terpandang jujur, dan menurut istilah sekarang ini ialah Bendaharawan.
Sewaktu masih berada di Mekkah, sebelum kedatangan Islam, ia terpandang sudagar yang kayaraya dan sering memimpin kalifah dagangnya ke Utara maupun ke Selatan, seperti juga halnya dengan pembesar-pembesar Quraisy. Setelah beriman dengan Nabi Besar Muhammad, iapun menyumbangkan harta kekayaannya itu bagi dakwah Islam. Sikap hidupnya yang menimbulkan hormat dan takzim siapapun terhadapnya.
-
Silsilah kekeluargaan
Nama lengkap Abu Bakar ialah ‘Abdullah bin ‘Utsman bin Amir bi Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Tayyim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Quraisy. Bertemu nasabnya dengan nabi pada kakeknya yaitu Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai, dan ibu dari abu Bakar ialah Ummu al-Khair salma binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah Bani Taim.Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah yang merupakan istri Nabi Muhammad SAW. Nama sebelum masuk islam ialah Abdul Ka’bah yang berarti ‘hamba Ka’bah’. Setelah masuk islam namanya diubah oleh Muhammad menjadi Abdullah yang berarti ‘hamba Allah. Selain itu Nabi Muhammad SAW juga memberinya gelar Ash-Shiddiq yang berati ‘yang berkata benar’ setelah beliau membenarkan dan meyakini peristiwa Isra Mi’raj yang diceritakan oleh Nabi Muhammad SAW kepada para pengikutnya. dari situlah ial lebih dikenal dengan sebutan “Abu Bakar ash-Shiddiq”.
Abu Bakar ash-Shiddiq ialah keturunan Bani Taim, sub-suku bangsa Quraisy. Dan menururt beberapa catatan sejarawan Islam ia merupakan seorang pedagang, hakim dengan kedudukan tinggi, seorang yang terpelajar, juga dipercaya sebagai orang yang bisa menafsirkan/menerjemahkan mimpi.
-
Wafat Abu Bakar As-Siddiq
Abu Bakar meninggal pada tanggal 23 Agustus 634 di Madinah karena sakit yang dideritanya pada usia 61 tahun. Abu Bakar dimakamkan di rumah putrinya Aisyah di dekat Masjid Nabawi, yaitu di samping makam Nabi Muhammad SAW.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Munasabah beserta Fungsi dan Bentuknya
Masa mengenal Nabi dan memeluk islam
Saat Muhammad menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, ia pindah dan hidup bertetangga dengan Abu Bakar. Dari situlah mereka saling berkenalan. Usia mereka berdua juga sama dan sama-sama seorang pedagang dan ahli berdagang.
Dalam kitab Hayatussahabah, bab Dakwah Muhammad kepada perorangan, dituliskan bahwa Abu bakar masuk Islam oleh ajakan nabi. Dan setelah itu ia meneruskan dakwah islaminya kepada Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqas dan juga beberapa tokoh penting dalam Islam lainnya.
Namun istri beliau adalah Qutaylah binti Abdul Uzza dan anaknya Abd Rahman bin Abu Bakar enggan memeluk Islam sehingga Abu Bakar menceraikannya dan berpisah dengan anaknya. Akan tetapi istrinya yang lain, Ummu Ruman, menjadi Muslimah.
Saat Nabi Muhammad hijrah ke Madinah (622 M), Abu Bakar merupakan satu-satunya orang yang menemaninya. Setelah beberapa saat Hijra, Nabi Muhammad SAW menikahi anak Abu Bakar, sehingga ikatan kekeluargaannya makin erat.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian dan Tujuan Akhlak kepada Allah dan Makhluk
Persahabatannya dengan Rasul SAW
Abu Bakr tinggal di Mekkah,di kampung yang sama dengan Khadijah bint Khuwailid,tempat saudagar-saudagar terkemuka yang membawa perdagangan dalam perjalanan musim dingin dan musim panas ke Syam dan ke Yaman. Karena bertempat tinggal di kampung itu, itulah yang membuat hubungannya dengan Muhammad begitu akrab setelah Muhammad kawin dengan Khadijah dan kemudian tinggal serumah.Besar sekali kemungkinan,persamaan bidang usaha serta ketenangan jiwa dan perangainya,di samping ketidaksenangannya pada kebiasaan-kebiasaan Quraisy-dalam kepercayaan dan adat, mungkin itulah yang berpengaruh dalam persahabatan Muhammad dengan Abu Bakr.
Tatkala Muhammad menerangkan kepadanya tentang tauhid dan dia diajaknya lalu menerimanya,dan tatkala Muhammad menceritakan kepadanya mengenai gua Hira dan wahyu yang diterimanya,ia mempercayainya tanpa ragu.Abu Bakr adalah salah seorang pemikir Mekkah yang memandang penyembahan berhala itu suatu kebodohan dan kepalsuan belaka. Ia sudah mengenal benar Muhammad akan kejujurannya, kelurusan hatinya, serta kejernihan pikirannya. Semua itu tidak memberi peluang dalam hatinya merasa ragu,apa yang telah diceritakan kepadanya,dilihatnya,dan didengarnya.
Abu Bakr selalu bersama-sama dengan Muhammad dalam melakukan dakwah demi agama Allah. Keakraban masyarakatnya dengan dia, kesenangannya bergaul dan mendengarkan pembicaraannya,besar pengaruhnya terhadap Muslimin yang mula-mula masuk Islam.Yang mengikuti jejak Abu Bakr menerima Islam ialah Usman bin Affan,Abdurrahman bin Auf,Talhah bin Ubaidillah,Sa’d bin Abi Waqqas dan Zubair bin Awwam. Saesudah mereka yang kemudian menyusul masuk Islam atas ajakan Abu Bakr ialah Abu Ubaidah bin Jarrah dan banyak lagi yang lain dari penduduk Mekkah.
Usaha Abu Bakr melakukan dakwah Islam patut dikagumi. Dengan menyatakan terang-terangan keislamannya itu,lalu mengajak orang kepada ajaran Allah dan Rasulullah dan meneruskan dakwahnya untuk meyakinkan kaum Muslimin yang mula-mula untuk mempercayai Muhammad dan mengikuti ajaran agamanya,inilah yang belum pernah dilakukan oleh orang; kecuali mereka yang sudah begitu tinggi jiwanya,yang sudah sampai pada tingkat membela kebenaran demi kebenaran. Orang demikian ini sudah berada di atas kepentingan hidup pribadinya sehari-hari. Dalam membela agama, dalam berdakwah untuk agama, segala kebesaran dan kemewahan hidup duniawi dianggapnya kecil belaka
Abu Bakr sendiri pun tidak bebas dari gangguan Quraisy. Sama halnya dengan Muhammad sendiri yang juga tidak lepas dari gangguan itu. Setiap Abu Bakr melihat Muhammad diganggu oleh Quraisy ia selalu siap membelanya dan mempertaruhkan nyawanya untuk melindunginya. Iman yang mengisi jiwa Abu Bakr telah mempertahankan Islam,sementara yang lain banyak yang meninggalkannya tatkala Rasulullah berbicara kepada mereka mengenai peristiwa Isra’. Namun Abu Bakr dengan mantap membenarkan semua cerita Rasulullah tentang peristiwa Isra dan Mi’raj. Dan mulai sejak itu,Rasulullah memanggil Abu Bakr dengan “as-Siddiq”,yang berarti orang yang selalu membenarkan.
Sementara Quraisy begitu keras mengganggu Nabi dan Abu Bakr serta kaum Muslimin yang lain,belum terlintas dalam pikiran Abu Bakr akan hijrah ke Abisinia bersama-sama kaum Muslimin yang lain yang mau tetap bertahan dengan agama mereka. Malah ia tetap tinggal di Mekkah bersama Muhammad SAW, berjuang mati-matian demi dakwah di jalan Allah sambil belajar tentang segala yang diwahyukan Allah kepada Nabi untuk disiarkan kepada umat manusia. Dan dengan segala senang hati disertai sifatnya yang lemah lembut, semua harta pribadinya dikorbankannya demi kebaikan mereka yang sudah masuk Islam dan demi mereka yang diharapkan mendapat petunjuk Allah bagi yang belum masuk Islam. Kaum Muslimin di Mekkah ketika itu memang sangant memerlukan perjuangan serupa itu,memerlukan sekali perhatian Abu Bakr.
Abu Bakr pulalah yang mendampingi Nabi dalam perjalanan hijrah ke Madinah setelah adanya perintah dari Allah.Untuk menghindari kejaran kaum Quraisy, mereka bersembunyi di Gua Sur.Bersumber dari Hasan bin Abil-Hasan al-Basri,Ibn Hisyam menuturkan: “ketika malam itu Rasulullah SAW dan Abu Bakr memasuki gua, Abu Bakr r.a. masuk lebih dulu sebelum Rasulullah SAW sambil meraba-raba gua itu untuk mengetahui kalau-kalau di tempat itu ada binatang buas atau ular. Ia mau melindungi Rasulullah SAW dengan dirinya.
Dalam peperangan Badar, Abu Bakr tetap di samping Rasulullah.Dengan penuh iman ia percaya Allah pasti akan menolong agama-Nya,dan dengan hati penuh kepercayaan akan datangnya pertolongan itu.
Dalam semua peristiwa dan kegiatan Abu Bakr lebih banyak mendampingi Nabi.Dialah yang paling kuat kepercayaannya pada ajaran Nabi.
Para ulama berkata: Abu Bakar menemani Rasulullah dari sejak dia masuk Islam hingga meninggal. Dia tidak pernah berpisah dengan Rasulullah baik saat berada di tempat ataupun saat dia berada dalam perjalannan.Kecuali pada hal yang Rasulullah izinkan dia untuk keluar,baik untuk melakukan haji atau ikut dalam peperangan. Dia mengikuti semua peristiwa perang,hijrah bersama Rasulullah dan tinggalkan anak dan keluarganya sebagai ungkapan rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Dia adalah orang yang menemani Rasulullah saat berada di dalam gua.
Dalam detik-detik akhir hayat Rasulullah SAW,beliau meminta semua pintu mesjid ditutup kecuali pintu yang ke tempat Abu Bakr.Kemudian katanya sambil menunjuk kepada Abu Bakr:”Aku belum tahu ada orang yang lebih bermurah hati dalam bersahabat dengan aku seperti dia. Kalau ada dari hamba Allah yang akan kuambil sebagai khalil(teman) maka Abu Bakr-lah khalil-ku. Tetapi persahabatan dan persaudaraan ini dalam iman,sampai tiba saatnya Allah mempertemukan kita di sisi-Nya.”
Demikianlah keadaan Abu Bakr dalam persahabatannya dengan Muhammad, sejak ia memeluk Islam,hingga Rasulullah berpulang ke sisi Allah SWT
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Rukun Iman Yang Wajib Diketahui Umat Islam
Terpilihnya Abu Bakar Sebagai Khalifah
-
Wafatnya Rasulullah saw
Rasulullah telah wafat pada 12 Rabiulawal tahun 11 Hijri (3 Juni 632 M). Subuh hari itu Rasulullah saw merasa sudah sembuh dari sakitnya. Beliau keluar dari rumah Aisyah ke mesjiddan sempat berbicara dengan kaum mislimin. Usamah bin Zaaid dipanggil dan diperintahkan berangkat untuk menghadapi Rumawi.
Setelah tersiar berita bahwa Rasulullah telah wafat tak lama setelah duduk-duduk dan berbicara dengan mereka, mereka sangat terkejut sekali. Umar bin Khattab yang berad ditengah-tengah mereka berdiri dan berpidato, membantah berita itu. Ia mengatakan bahwa Rsulullah tidak meninggal. Umar terus mengancam oaring-orang yang mengatakan bahwa rasulullah saw telah wafat. Dikatakannya bahwa Rsulullah saw akan kembali kepada mereka dan akan memotong tangan dan kaki mereka.
-
Peranan Abu Bakar ketika Nabi
Abu Bakar sudah pulang ke rumahnya di Sunh di pinggiran kota Medinah setelah Nabi saw kembali dari mesjid ke rumah Aisyah. Sesuadah tersiar wafatnya Rasulullah saw orang menyusul Abu Bakar menyampaikan berita sedih itu. Abu bakar segera kembali. Ia melihat Muslimin dan Umar yang sedang berpidato. Ia tidak berhenti tetapi terus menuju ke rumah Aisyah. Dilihatnya Nabi saw di salah satu bagian dalam rumah itu, sudah diselubingi kain. Ia maju meneyikap kain itu dari wajah nabi lalu menciumnya dan katanya: “alangkah sedapnya sewaktu engkau hidup, dan langkah sedapnya sewaktu engkau wafat.” Ia keluar lagi menemui orang banyak lalu berkata kepada mereka: “saudara-saudara! Barang siapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal. Tetapi braang siapa menyembah Allah, Allah hidup selalu, tak pernah mati.” Selanjutnya ia membacakan firman Allah yang artinya :
- Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh Telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul[234]. apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.
Setelah didengarnya Abu Bakar membacakan ayat itu, Umar pun jatuh tersungkur ke tanah. Kedua kakinya sudah tak dapat menahan lagi, setelah dia yakin bahwa Rasulullah telah wafat. Orang semua terdiam mendengar dan melihat kenyataan itu. Setelah sadar dari rasa kebingungan demikian, mereka tidak tahu apa yang hendak mereka perbuat.
-
Kekuatan Jiwa dan Pandangannya yang Jauh Ke Hari Depan
Kata-kata yang diucapkannya serta ayat Qur’an yang dibacakannya untuk meyakinkan orang, menunjukkan adanya suatu kekuatan dalam dirinya dalam menghadapi kenyataan. Ini yang menyebabkannya tidak sampai jatuh kebingungan dalam menerimaberita yang menyedihkan seperti berpulangnya Rasulullah. Kekuatan jiwanya itu ditambah lagi oleh suatu sifat lain yang lebih lagi memperlihatkan keagungan dan kehebatannya, yaitu pandangannya yang jauh ke depan. Kedua sifat ini sungguh sangat mengagumkan, sebab adanya justru pada orang yang begitu lemah lembut, begitu menjunjung tinggi dan begitu besar kecintaannya kepada Muhammad, melebihi cintanya pada kehidupan dunia ini dengan segala isinya.
Kekuatan jiwa yang besar inilah yang menjadi pegangan Abu Bakar pada detik-detik yang sangat menentukan dan pelik. Saat kesedihan dan duka yang sedang menimpa kaum Muslimin. Pada saat itulah Islam dan umat Islam terhindar dari bencana besar, yang kalau tidak karenanya mereka akan terjerumus ke dalam bahaya. Sebagai akibatnya, hanya Allah yang tahu, apa yang akan menimpa mereka dan menimpa generasi berikutnya
-
Bai’at As Saqifah
Rasulullah tidak meninggalkan pesan kepada seorang pun juga dari para sahabatnya tentang siapa yang menjadi pemimpin atau memimpin kaum Muslimin sepeninggalnya. Beliau membiarkan masalah kepemimpinan kaum Muslimin berdasarkan hasil musyawarah di antara mereka sendiri. Ketika berita wafat Rasulullah tersiar, berkumpullah kaum Anshar di rumah Bani Sa’idah di Madinah. Mereka bermaksud hendak membai’at seseorang dari kaum Anshar, yakni Sa’d bin ‘Ubadah seorang pemimpin kaum Khazraj, untuk menjabat khalifah. Kemudian sekelompok kaum Muhajirin mendatangi mereka. Dalam pertemuan ini hampir saja terjadi sengketa sengit di antara kelompok Anshar dan Muhajirin. Kalau saja Abu Bakar tidak bangkit untuk berpidato seraya mengemukakan argumentasi kepada mereka bahwa urusan khalifah adalah hak kaum Quraisy dan permasalahan bangsa Arab tidak akan berjalan dengan mulus kecuali bila kepemimpinan di jabat oleh orang-orang Quraisy, niscaya sengketa di antara dua kelompok tersebut akan berubah kerusuhan. Dalam pidato tersebut Abu Bakar mengingatkan kaum Anshar bahwa bila kepemimpinan ini dijabat oleh orang dari suku Aus, niscaya orang-orang Khazraj akan bersaing; dan sebaliknya bila kepemimpinan ini dijabat oleh orang dari suku Khazraj, niscaya orang-orang Aus akan bersaing. Ketika kaum Anshar teringat atas persaingan dan permusuhan yang terjadi di antara mereka pada zaman Jahiliah dahulu, lalu mereka sadar dan mau menerima pendapat Abu Bakar.
-
Perdebatan yang terjadi pada Bai’at Saqifah
Inilah pidato Abu Bakar yang pertama kapada Ansar untuk mendamaikan:
“…Orang-orang Arab itu berat sekali untuk meninggalkan agama nenek moyang mereka. Kaum Muhajirin yang mula-mula dari masyarakat Nabi sendiri telah mendapat karunia Allah, mereka percaya kepadanya, beriman kepadanya,senasib seperjuangan dengan menanggung segala macam penderitaan, yang datangnya justru dari masyarakat mereka sendiri. Mereka didustakan, ditolak dan dimusuhi. Mereka tak merasa gentar, meskipun jumlah mereka kecil, menghadapi kebencian dan permusuhan lawan yang begitu besar. Mereka itulah yang telah lebi dulu menyembah Allah di muka bumi, beriman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya.mereka itu termasuk sahabat-sahabatnya dan keluarganya. Sepeninggal Nabi, merekalah orang yang paling berhak memegang pimpinan ini. Tak ada orang yang akan menentangkecuali orang yang zalim.
“Dan kalian, saudara-saudara Ansar! Siapa yang kan membantah jasa kalian dalam agama serta sambutanmu yang mula-mula, yang begitubesar artinya dalm Islam. Allah telah memilih kamu sebagai pembela (ansar) agam dan Rasul-Nya. Ke tempat kalian inilah ia hijrah dan dari kalangan kalian ini pula sebagian besar istri-istri dan sahabat-sahabatnya. Posisi itu hanya ada pada kamu sekalian setelah kami. Karena itu, maka kamilah para amir dan Tuan-tuan para wazir.kami tak akan meninggalkan tuan-tuan dalam musyawarah dan tak akan memutuskan sesuatu tanpa Tuan-tuan
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Sejarah Nabi Ibrahim Yang Wajib Anda Tahu | Ayok Sinau
Masa wafat Nabi Muhammad SAW dan diangkatnya Abu Bakar menjadi Khalifa pertama
Selama masa sakit Rasulullah saat menjelang wafat, dikatakan bahwa Abu Bakar ditunjuk untuk menjadi imam salat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Bahkan sesudah Nabi SAW telah meninggal dunia, Abu Bakar Ash-Shiddiq dianggap sebagai sahabat Nabi yang paling tabah menghadapi meninggalnya Nabi SAW ini. Setelah meninggalnya Nabi, dilakukanlah musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Madinah, dan akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin baru umat Islam atau khalifah Islam pada tahun 632 M.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Sejarah dan Teori Masuknya Islam Ke Indonesia
Perang Ridda
Masa kepemimpinan Abu Bakar terjadi beberapa masalah yang mengancam persatuan diantara umat Islam pada saat itu. Beberapa suku Arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed enggan kepada khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa di antaranya menolak untuk membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam secara keseluruhan. Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya yaitu penyembahan berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya mempunyai komitmen dengan Nabi Muhammad dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku lagi. Berdasarkan tersebut Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal dengan nama perang Riddah. Dalam perang Ridda peperangan terbesar ialah memerangi “Ibnu Habib al-Hanafi” yang lebih dikenal dengan nama Musailamah al-Kazab atau (Musailamah si pembohong), yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru penggnti Nabi Muhammad. Pasukan Musailamah kemudian dikalahkan pada pertempuran Akraba oleh Khalid bin Walid. Sedangkan Musailamah sendiri terbunuh oleh Al Wahsyi, ialah seorang mantan budak yang dimerdekakan oleh Hindun istri Abu Sufyan karena telah berhasil membunuh Hamzah Singa Allah dalam Perang Uhud. Al Wahsyi kemudian bertaubat dan masuk Islam serta mengakui kesalahannya atas pembunuhan terhadap Hamzah. Al Wahsyi pernah berkata, yaitu “Dahulu aku membunuh seorang yang sangat dicintai Rasulullah (Hamzah) dan kini aku telah membunuh orang yang sangat dibenci oleh rasulullah (yaitu nabi palsu Musailamah al-Kazab).”
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : 5 Rukun Islam Beserta Penjelasannya
Penyusunan kitab suci Al Qur’an
Abu Bakar juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Qur’an. Setelah kemenangan yang sangat sulit pada saat melawan Musailamah al-kadzab dalam perang Riddah, banyak para penghafal Al Qur’an yang terbunuh dalam pertempuran. Umar kemudian meminta Abu Bakar untuk mengumpulkan koleksi dari Al Qur’an. Dari situ dibentuklah sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, mulailah dikumpulkan lembaran-lembaran al-Qur’an dari para penghafal al-Qur’an dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis,misalnya tulang, kulit dan lain sebagainya, setelah lengkap penulisan ini maka kemudian disimpan oleh Abu Bakar. setelah Abu Bakar meninggal maka disimpan oleh Umar bin Khaththab dan kemudian disimpan lagi oleh Hafsah, anak dari Umar dan juga istri dari Nabi Muhammad. lalu pada masa pemerintahan Usman bin Affan teks teks Al Qur’an tersebut menjadi awal penulisan teks al-Qur’an yang dikenal saat ini.