Pengertian Mahkamah Konstitusi
Mahkamah konstitusi ialah lembaga tinggi sebuah negara pada sistem ketatanegaraan Indonesia yang memegang kekuasaan kehakiman bersama dengan Mahkamah Agung.
Menurut Undang-Undang No.4 Tahun 2003 pasal 1. Mahkamah Konstitusi ialah salah satu lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang merdeka guna penyelenggaraan peradilan untuk penegakan hukum dan keadilan.
- Jumlah jabatan: Maksimal 9 orang
- Jumlah perkara masuk: 380 (tahun 2013)
- Wakil Ketua: Aswanto
- Ketua: Anwar Usman
- Dasar hukum: Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Didirikan: 18 Agustus 2003; 16 tahun lalu
- Sistem seleksi: Diajukan 3 orang oleh DPR, 3 orang oleh Presiden, dan 3 orang oleh MA dengan penetapan Presiden
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan :Hukum Menurut Para Ahli Lengkap | Ayoksinau.com
Latar Belakang Berdirinya Mahkamah Konstitusi
Membicarakan Mahkamah Konstitusi di Indonesia berarti tidak dapat lepas jelajah historis dari konsep dan fakta mengenai judicial review, yang sejatinya merupakan kewenangan paling utama lembaga Mahkamah Konstitusi.Empat momen dari jelajah historis yang patut dicermati antara lain kasus madison vs Marbury di Amerika Serikat, ide Hans Kelsen di Australia, gagasan Muhammad Yamin dalam sidang BPUPKI, dan perdebatan PAH I MPR dalam sidang-sidang dalam rangka amandemen UUD 1945.
Sejarah judicial review muncul pertama kali di amerika serikat melalui putusan supreme court amerika serikat dalam perkara merbury vs madison pada 1803. Meskipun undang-undang Amerika Serikat tidak mencantumkan judicial review, supreme court membuat putusan yang mengejutkan chief justice john marsal didukung empat hakim agung lainya menyatakan bahwa pengadilan berwenang membatalkan undang-undang yang berwenang dengan konstitusi. Keberanian john marshall dalam kasus itu menjadikan preseden dalam sejarah amerika yang kemudian berpengaruh luas terhadap pemikiran dan praktik hukum dibanyak negara. Semenjak itulah banyak undang-undang federal maupun undang-undang negara bagian yang dinyatakan bertentangan dengan konstitusi oleh supreme court.
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pertama kali diperkenalkan oleh Hans Kelsen (1881-1973), pakar konstitusi dan guru besar hukum public dan administrasi unifersity of Vienna. Kelsen menyatakan bahwa pelaksanaan aturan konstitusional tentang legislasi dapat secara efektif dijamin hanya jika suatu organ jika selain badan legislative diberikan tugas untuk menguji apakah suatu produk hukum itu konstitusional atau tidak, dan tidak memberlakukannya jika menurut organ ini produk badan legislative tersebut tidak konstitusional.Untuk kepentingan itu, kata kelsen, perlu dibentuk organ pengadilan khusus berupa constitutional court atau pengawasan konstitusionalitas undang-undang yang dapat juga diberikan kepada pengadilan biasa.
Pemikiran kelsen mendorong vervassungs gericht soft di australia yang berdiri sendiri diluar mahakamah agung, inilah mahkamah konstitusi pertama. Momen yang perlu dicatat berikutnya dijumpai dalam salah satu rapat BPUPKI, Muhammad Yamin membahas lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa dibidang pelaksanaan konstitusi, lazim disebut constitutioneele geschil atau constitutional disputes gagasan Yamin berawal dari pemikiran perlunya diberlakukan suatu uji materiil terhadap undang-undang, Yamin mengusulkan perlunya mahkamah agung diberi wewenang untuk membanding undang-undang namun usulan yamin disanggah oleh supomo dengan empat alasan bahwa konsep dasar yang dianut dalam undang-undang dasar yang tengah disusun bukan konsep pemisahan kekuasaan melainkan konsep pembagian kekuasaan selain itu, tugas hakim adalah menerapkan undang-undang bukan menguji undang-undang, kewenangan hakim untuk melakukan pengujian undang-undang bertentangan dengan konsep supremasi majelis permusyawaratan rakyat dan sebagai negara yang baru merdeka belum memiliki yang ahli-ahli mengenai hal tersebut serta pengalaman mengenai judicial review. Akhirnya ide itu urung di adopsi dalam UUD 1945.
Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi merupakan ekses dari perkembangan pemikiran hukum dan ketatanegaraan modern yang muncul pada abad ke-20 ini.Di negara-negara yang tengah mengalami tahapan perubahan dari otoritarian menuju demokrasi, ide pembentukan Mahkamah Konstitusi menjadi diskursus penting. Krisis konstitusional biasanya menyertai perubahan menuju rezim demokrasi, dalam proses perubahan itulah Mahkamah Konstitusi dibentuk. Pelanggaran demi pelanggaran terhadap konstitusi, dalam perspektif demokrasi, selain membuat konstitusi bernilai semantik, juga mengarah pada pengingkaran terhadap prinsip kedaulatan rakyat.
Dalam perkembangannya, ide pembentukan Mahkamah Konstitusi dilandasi upaya serius memberikan perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga negara dan semangat penegakan konstitusi sebagai grundnorm atau highest norm, yang artinya segala peraturan perundang-undangan yang berada dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan apa yang sudah diatur dalam konstitusi. Konstitusi merupakan bentuk pelimpahan kedaulatan rakyat (the sovereignity of the people) kepada negara, melalui konstitusi rakyat membuat statement kerelaan pemberian sebagian hak- haknya kepada negara.Oleh karena itu, konstitusi harus dikawal dan dijaga.Sebab, semua bentuk penyimpangan, baik oleh pemegang kekuasaan maupun aturan hukum di bawah konstitusi terhadap konstitusi, merupakan wujud nyata pengingkaran terhadap kedaulatan rakyat.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Negara Hukum Menurut Para Ahli : Pengertian, Contoh dan Penjelasannya
Sejarah Terbentuknya Mahkamah Konstitusi
Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) diawali dengan diadopsinya ide MK (Constitutional Court) dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9 Nopember 2001. Ide pembentukan MK merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul di abad ke-20.
Undang-Undang Dasar “UUD” telah mengalami beberapa kali perubahan. Akan tetapi perubahan ke 3 yang berhubungan dengan penantian pembentukan mahkamah konsitusi. Pada perubahan tersebut dilakukan penetapan bahwa mahkamah agung “MA” melaksanakan fungsi dari Mahkamah Konsitusi. Fungsi tersebut dilaksanakan MA sampai terbentuknya MK. Hal ini tertulis pasal 3 Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan Ke 4.
Upaya ini dilakukan Agar setelah MK berdiri/terbentuk memiliki aturan dan pedoman dalam melaksanakan tugas dengan baik dan benar, DPR bersama pemerintah bekerja sama untuk menciptakan Rancangan Undang-Undang mengenai Konstitusi. Pada tgl 13 Agustus 2003, hasil permusyawaratan dan pembahasan yang detail antara DPR dan juga pemerintah mengenai Mahkamah Konstitusi dan menghasilkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi.
Pada tanggal 15 Agustus 2003, dikeluarkanlah Keputusan Presiden No. 147/M Tahun 2003. Keputusan itu ada keterkaitan dengan Hakim Konstitusi pertama, kemudian pada tanggal 16 Agustus dilakukan juga pembacaan sumpah jabatan oleh para Hakim Konstitusi di Istana Negara. Dan juga adanya Keputusan Presiden yang dikeluarkan oleh Hakim Konstitusi yang dibentuk pada waktu itu, sejak itu lah Mahkamah Konstitusi terbentuk.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Hukum Islam Beserta Sumber dan Tujuan
Tugas Pokok Mahkamah Konstitusi
Ada empat tugas pokok dan satu kewajiban Mahkamah Konstitusi yang telah ditentukan dalam UUD 1945 perubahan ketiga Pasal 24C ayat (1) yaitu:
- Menguji (judicial review) undang-undang terhadap UUD.
- Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD.
- Memutuskan pembubaran partai politik.
- Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
- Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga memiliki kewajiban memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum oleh presiden dan wakil presiden menurut UUD.
Dengan demikian ada empat tugas poko dan satu kewajiban konstitusional bagi Mahkamah Konstitusi.Pengadilan yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi merupakan pengadilan tinggal pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. Artinya, tidak ada upaya hukum lain atas putusan Mahkamah Konstitusi, seperti yang terjadi pada pengadilan lain.
Beberapa Tugas mahkamah konstitusi, yaitu:
- Melaksanakan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya dibebankan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Mengeluarkan keputusan pembubaran partai politik
- Mengeluarkan keputusan tentang perselisihan hasil pemilu (pemilihan umum)
- Memberikan keputusan terhadap pendapat dewan perwakilan rakyat tentang dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD 1945.
- Mencari bukti mengenai permasalahan dengan mengenai pejabat negara, pejabat pemerintah atau warga masyarakat.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Lemabaga Politik : Pengertian, Fungsi ,Jenis, dan Pengaruhnya
Wewenang Mahkamah Konstitusi
Sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, fungsi konstitusionalitas yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi adalah fungsi peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Fungsi Mahkamah Konstitusi dapat ditelusuri dari latar belakang pembentukannya yaitu untuk menegakkan supremasi konstitusi Didalam penjelasan umum undang-undang Mahkamah Konstitusi dijelaskan bahwa tugas dan fungsinya adalah menangani perkara ketatanegaraan atau perkara konstitusional tertentu dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara tanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi. Selain itu keberadaan Mahkamah Konstitusi juga dimaksudkan sebagai koreksi terhadap pengalaman ketatanegaraan.
Wewenang mahkamah konsitusi yakni:
- Mengadili di tingkat pertama dan terakhir yang keutusan dan sifatnya final untuk Menguji Undang-Undang kepada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Mengeluarkan putusan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Memberikan putusan pembubaran partai politik.
- Mengeluarkan putusan perselisihan mengenai hasil pemilu (pemilihan umum)
- Memberikan keputusan mengenai pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan juga wakil presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum dalam bentuk pengkhianatan kepada negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lain. Atau perbuatan yang tercela dan atau tidak lagi terpenuhinya syarat sebagai Presiden atau Wakil Presiden sebagaimana yang dimaksud pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
- Memanggil pejabat, pejabat pemerintah, ataupun warga masyarkat guna memberikan keterangan.
Fungsi tersebut dijalankan melalui wewenang yang dimiliki yaitu memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tertentu berdasarkan pertimbangan konstitusional. Berdasarkan latar belakang ini setidaknya terdapat lima fungsi yang melekat keberadaan Mahkamah Konstitusi dan dilaksanakan melalui wewenangnya yaitu sebagai pengawal konstitusi, penafsir final konstitusi, pelindung hakasasi manusia, pelindung hak konstitusional warga negara, dan pelindung demokrasi. Tugas dan wewenang yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi telah ditentukan dalam pasal 24 C UUD 1945 pada ayat (1) dan (2), yaitu :
Pengujian undang-undang terhadap UUD 1945
Undang-undang adalah produk politik biasanya merupakan kristalisasi kepentingan-kepentingan politik para pembuatnya.Sebagai produk politik, isinya mungkin saja mengandung kepentingan yang tidak sejalan atau melanggar konstitusi.Sesuai prinsip hierarki hukum, tidak boleh isi suatu peraturan undang-undang yang lebih rendah bertentangan atau tidak mengacu pada peraturan di atasnya.Untuk menguji apakah suatu undang-undang bertentangan atau tidak dengan konstitusi, mekanisme yang disepakati adalah judicial review.Jika undang-undang atau bagian di dalamnya itu dinyatakan terbukti tidak selaras dengan konstitusi, maka produk hukum itu dibatalkan Mahkamah Konstitusi.Melalui kewenangan judicial review, Mahkamah Konstitusi menjadi lembaga negara yang mengawal agar tidak lagi terdapat ketentuan hukum yang keluar dari koridor konstitusi. Mengenai pengujian UU, diatur dalam Bagian Kesembilan UU Nomor 24 Tahun 2003 dari Pasal 50 sampai dengan Pasal 60sengketa kewenangan konstitusional antar lembaga negara
Sengketa kewenangan konstitusional antar lembaga negara
Sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara adalah perbedaan pendapat yang disertai persengketaan dan klaim lainnya mengenai kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing lembaga negara tersebut. Hal ini mungkin terjadi mengingat sistem relasi antara satu lembaga dengan lembaga lainnya menganut prinsip check and balances, yang berarti sederajat tetapi saling mengendalikan satu sama lain. Sebagai akibat relasi yang demikian itu, dalam melaksanakan kewenangan masing-masing timbul kemungkinan terjadinya perselisihan dalam menafsirkan amanat UUD. Mahkamah Konstitusi dalam hal ini, akan menjadi wasit yang adil untuk menyelesaikannya. Kewenangan mengenai ini telah diatur dalam Pasal 61 sampai dengan Pasal 67 UU Nomor 24 Tahun 2003.
Pembubaran Partai Politik
Kewenangan ini diberikan agar pembubaran partai politik tidak terjebak pada otoritarianisme dan arogansi, tidak demokratis, dan berujung pada pengebirian kehidupan perpolitikan yang sedang dibangun.Mekanisme yang ketat dalam pelaksanaannya diperlukan agar tidak berlawanan dengan arus kuat demokrasi.Partai politik dapat dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi jika terbukti ideologi, asas, tujuan, program dan kegiatannya bertentangan dengan UUD 1945. Pasal 68 sampai dengan Pasal 73 UU Nomor 24 Tahun 2003 telah mengatur tentang kewenangan ini.
Perselisihan hasil Pemilu
Perselisihan hasil Pemilu adalah perselisihan antara KPU dengan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional. Perselisihan hasil pemilu dapat terjadi apabila penetapan KPU mempengaruhi:
- Terpilihnya anggota DPD,
- Penetapan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan presiden dan wakil presiden serta terpilihnya pasangan presiden
- Perolehan kursi partai politik peserta pemilu di satu daerah pemilihan. Hal ini telah ditentukan dalam Bagian Kesepuluh UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dari Pasal 74 sampai dengan Pasal 79.
Pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Pendapat DPR mengenai dugaan Pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Kewenangan ini diatur pada Pasal 80 sampai dengan Pasal 85 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Dalam sistem presidensial, pada dasarnya presiden tidak dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya habis, ini dikarenakan presiden dipilih langsung oleh rakyat.Namun, sesuai prinsip supremacy of law dan equality before law, presiden dapat diberhentikan apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum sebagaimana yang ditentukan dalam UUD. Tetapi proses pemberhentian tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip negara hukum. Hal ini berarti, sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan seorang presiden bersalah, presiden tidak bisa diberhentikan.Pengadilan yang dimaksud dalam hal ini adalah Mahkamah Konstitusi.Dalam hal ini hanya DPR yang dapat mengajukan ke Mahkamah Konstitusi. Namun dalam pengambilan sikap tentang adanya pendapat semacam ini harus melalui proses pengambilan keputusan di DPR yaitu melalui dukungan 2/3 (dua pertiga) jumlah seluruh anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) anggota DPR.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian dan Prinsip Bank Syariah
Fungsi Mahkamah Konstitusi (MK)
Beberapa fungsi mahkamah konstitusi, yaitu:
- Melakukan pengawalan konstitusi di Indonesia. Hal ini maksdnya ialah bahwa Mahkamah Konstitusi harus melakuka penegakan konstitusi sesuai dengan UUD 1945.
- Menjaga dan menjamin terjadinya penyelenggaraan konstitusionalitas hukum
- Melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang 1945.
- Melakukan putusan sengketa yang terjadi antara lembaga negara
- Melakukan putusan pembubaran suatu partai politik terhadap dasar alasan tertentu.
- Apabila terjadi sengketa terhadap hasil pemilu, maka mahkamah konstitusi memiliki hak memutuskan sengketa tersebut.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Definisi Warisan, Dasar Hukum Waris Islam | Ayoksinau.com
Struktur Anggota Mahkamah Konstitusi (MK)
Organisasi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia terdiri atas tiga komponen yaitu:
Para hakim
Para hakim konstitusi yang terdiri atas 9 (sembilan) orang sarjana hukum yang mempunyai kualifikasi negarawan yang menguasai konstitusi ditambah dengan syarat-syarat kualitatif lainnya dengan masa pengabdian untuk lima tahun dan sesudahnya hanya dapat dipilih kembali hanya untuk satu periode lima tahun berikut. Dari antara para hakim itu dipilih dari dan oleh mereka sendiri seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua, masing-masing untuk masa jabatan 3 tahun. Untuk menjamin independensi dan imparsialitas kinerjanya, kesembilan hakim itu ditentukan oleh tiga lembaga yang berbeda, yaitu 3 orang sipilih oleh DPR, 3 orang ditunjuk oleh Mahkamah Agung, dan 3 orang lainnya ditentukan oleh Presiden. Setelah terpilih, kesembilan orang tersebut ditetapkan sebagai hakim konstitusi dengan Keputusan Presiden.Mekanisme rekruitmen yang demikian itu dimaksudkan untuk menjamin agar kesembilan hakim Mahkamah Konstitusi itu benar-benar tidak terikat hanya kepada salah satu lembaga Presiden, DPR ataupun MA.Dalam menjalankan tugasnya, Mahkamah Konstitusi diharapkan benar-benar dapat bersifat independen dan imparsial.
Kesembilan orang hakim itu bahkan dapat dipandang sebagai sembilan institusi yang berdiri sendiri secara otonom mencerminkan 9 pilar atau 9 pintu kebenaran dan keadilan. Dalam bekerja, kesembilan orang itu bahkan diharapkan dapat mencerminkan atau mewakili ragam pandangan masyarakat luas akan rasa keadilan. Jikalau dalam masyarakat terdapat 9 aliran pemikiran tentang keadilan, maka kesembilan orang hakim konstitusi itu hendaklah mencerminkan kesembilan aliran pemikiran tersebut. Keadilan dan kebenaran konstitusional justru terletak dalam proses perdebatan dan bahkan pertarungan kepentingan untuk mencapai putusan akhir yang akan dijatukah dalam persidangan Mahkamah Konstitusi. Karena itu, persidangan Mahkamah Konstitusi selalu harus dihadiri 9 orang dengan pengecualian jika ada yang berhalangan, maka jumlah hakim yang bersidang dipersyaratkan sekurang-kurangnya 7 orang.Karena itu pula, dapat dikatakan bahwa Mahkamah Konstitusi hanya mengenal satu majelis hakim, tidak seperti di Mahkamah Agung.
Sekretariat jenderal
Sekretariat jenderal Mahkamah Konstitusi yang menurut ketentuan UU No. 24 Tahun 2003 dipisahkan dari organisasi kepaniteraan. Pasal 7 UU ini menyatakan: “Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Mahkamah Konstitusi dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal dan kepaniteraan. Penjelasan pasal ini menegaskan bahwa Sekretariat Jenderal menjalankan tugas teknis administratif.
Kepaniteraan.
Kepaniteraan menjalankan tugas teknis administrasi justisial. Pembedaan dan pemisahan ini tidak lain dimaksudkan untuk menjamin agar administrasi peradilan atau administrasi justisial di bawah kepaniteraan tidak tercampur aduk dengan administrasi non justisial yang menjadi tanggungjawab sekretariat jenderal. Baik sekretariat jenderal maupun kepaniteraan masing-masing dipimpin oleh seorang pejabat tinggi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.Dengan demikian, Sekretaris Jenderal dan Panitera sama-sama mempunyai kedudukan sebagai Pejabat Eselon 1a.Panitera dan Panitera Pengganti memang merupakan jabatan fungsional, bukan struktural.Akan tetapi, khusus untuk Panitera diangkat dengan Keputusan Presiden dan karena itu disetarakan dengan Pejabat Struktural Eselon 1a.Untuk menjamin kemandirian MK di bidang finansial, maka UU No.24/2003 juga menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) mempunyai mata anggaran tersendiri dalam APBN.
Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 terkait Mahkamah Konstitusi, dijelaskan bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki anggota sembilan (9) orang anggota hakim konstitusi, yang disahkan oleh presiden. Susunan Mahkamah Konstitusi antara lain yaitu :
- Ketua merangkah anggota
- Waki ketua merangkap anggota
- Anggota hakim konstitus-
- Sekretariat Jenderal
- Kepaniteraan
Ketua dan juga wakil ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi guna masa jabatan selama tiga tahun kedepan. Ketua dan juga wakil ketua mahkamah konsituti berkoordinasi dengan hakim konsitusi. Lalu jabatan dibawah ketua dan wakil ketua ialah sekretariat jenderal. Dalam sekretariat jenderal ini ada beberapa biro yang melaksanakan koordinasi dengan panitera (panitera muda I dan panitera muda II). Dibawah ini merupakan biro-biro yang ada dalam mahkamah konstitusi, antara lain yakni:
- Biro perencanaan dan pengawasan
- Biro keuangan dan kepegawaian
- Biro hubungan masyarakat dan protokol
- Biro umum
- Pusat penelitian dan juga pengkajian perkara, dalam pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi
- Pusar pendidikan pancasila dan konsitusi
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Hukum Bisnis & Fungsinya | Ayoksinau.com
Urgensi MK Dalam Penyelenggaraan Negara
Demokrasi Indonesia yang akan ditata ialah demokrasi yang dibingkai dengan norma-norma kostitusi yang terdapat daalm UUD 1945. Demokrasi Indonesia tidak identik dengan vox populi vox dei (suara rakyat adalah suara Tuhan) dan juga demokrasi Indonesia tidak sinonim dengan suara mayoritas adalah suatu kebenaran. Ukuran kebenaran dalam demokrasi Indonesia adalah norma hukum konstitusi. Oleh karena itu agar derap demokrasi dapat berupa sesuai sumbu kostitusi, maka demokrasi itu harus dijaga. Di sinilah posisi Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai penjaga konstitusi harus senantiasa menjaga demokrasi sebagai pelaksana dari norma kostitusi.
Pelaksanaan demokrasi konstitusi terlihat dalam perwujudan antara lain:
- Pelaksanaan pemilihan umum (pemilihan umum DPR, DPD, DPRD, Presiden, Wakil Presiden dan Kepala Pemerintahan Daerah).
- Pelaksanaan norma-norma konstitusi dalam bentuk undang-undang (UU).
- Pelaksanaan kewenangan lembaga Negara.
Dalam penyelengaraan pemilihan umum akan muncul sengketa hasil perhitungan perolehan suara dalam pelaksanaan norma undang-undang muncul pengujian undang-undang terhadap UUD dan dalam pelaksanaan kewenangan dapat muncul sengketa kewenangan antar lembaga negara. Norma undang-undang yang telah disahkan oleh DPR dan Presiden secara demokratis apabila ternyata prosedur pembentukannya atau substansi norma tersebut bertentangan dengan konstitusi, maka oleh Mahkamah Konstitusi norma undang-undang tersebut dapat dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, alias dibatalkan. Jadi, dalam demokrasi tidak dibenarkan muncul kesepakatan yang bertentangan dengan konstitusi.
Demikian halnya sebuah kewenangan yang dimiliki oleh suatu lembaga Negara tidak boleh digunakan seenaknya, sebab jika kewenangan tersebut menabrak rambu konstitusi, maka Mahkamah Konstitusi berwenang mencabutnya, tentu saja setelah melalui proses persidangan Mahkamah Konstitusi. Pemilihan umum sebagai perwujudan system demokrasi konstitusional dalam praktiknya sering kali menimnulkan perselisihan hasil perhitungan pemilu antara KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum dengan peserta pemilu. Apabila terjadi perselisihan demikian, maka Mahkamah Konstitusilah yang akan memutus perhitungan yang benar.
Selain itu Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan membubarkan partai politik atas permohonan pemerintah, serta Mahkamah Konstitusi wajib memutuskan pendapat DPR yang menganggap presiden atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan wakil presiden (Pasal 7A UUD 1945).